Kerincitime.co.id, Berita Jakarta – Dalam agama Islam, seorang suami tidak boleh berhubungan seks ketika istrinya sedang menstruasi. Menurut kesehatan pun, hal ini masih menuai pro dan kontra karena bisa memicu risiko penyakit menular. Lantas, bagaimana cara memuaskan suami ketika istri tengah menstruasi?
Dituturkan oleh Ustadz Ammi Nur Baits, Dewan Pembina situs islami Konsultasi Syariah dari Madinah International University, ada berbagai cara halal untuk memuaskan suami ketika istri sedang menstruasi. Karena pada dasarnya, Islam tidak menghukumi fisik perempuan yang sedang menstruasi sebagai benda najis yang selayaknya dijauhi, sebagaimana praktek yang dilakukan orang yahudi. Dalam tulisannya, Ustadz Ammi melampirkan dalil dari Anas bin Malik sebagai acuan.
Sesungguhnya orang yahudi, ketika istri mereka mengalami haid atau menstruasi, mereka tidak mau makan bersama istrinya dan tidak mau tinggal bersama istrinya dalam satu rumah. Para sahabat pun bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian Allah menurunkan ayat:
Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: “Haid itu adalah suatu kotoran”. Karena itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari perempuan di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah Suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. (QS. Al-Baqarah: 222)
Dengan demikian, para ulama sepakat bahwa melakukan hubungan intim ketika istri sedang haid merupakan perbuatan haram. Sebaliknya, suami masih bisa melakukan apa pun ketika istri haid atau menstruasi, selain yang Allah larang dalam Al-Qur’an, yaitu melakukan hubungan intim.
Ustadz Ammi menyebut bahwa orang yang melanggar larangan ini wajib bertaubat kepada Allah dan membayar kaffarah atau denda, berupa sedekah satu atau setengah dinar.
Lantas, adakah interaksi intim yang bisa dilakukan pasangan ketika sang istri sedang menstruasi? Menurut Ustadz Ammi, interaksi dalam bentuk bermesraan dan bercumbu (selain di daerah antara pusar sampai lutut istri ketika haid) diperbolehkan dan hukumnya halal dengan sepakat ulama.
A’isyah radhiyallahu ‘anha menceritakan:
Apabila saya haid, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruhku untuk memakai sarung kemudian beliau bercumbu denganku. (HR. Ahmad 25563, Turmudzi 132 dan dinilai shahih oleh Al-Albani).
Hal yang sama juga disampaikan oleh Maimunah radhiyallahu ‘anha:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bercumbu dengan istrinya di daerah di atas sarung, ketika mereka sedang haid. (HR. Muslim 294).
Selanjutnya, suami juga bisa melakukan mastrubasi asalkan dengan bantuan tangan sang istri. Menurut Ustadz Ammi, mengeluarkan mani dengan selain tubuh istri adalah perbuatan yang terlarang, sebagaimana firman Allah ketika menyebutkan kriteria orang mukmin yang beruntung:
Orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki; Maka Sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa. Barangsiapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. (QS. Al-Mukminun: 5 – 7)
Di antara sifat mukmin yang beruntung adalah orang yang selalu menjaga kemaluannya dan tidak menyalurkannya, selain kepada istri dan budak perempuan. Artinya, selama suami menggunakan tubuh istri untuk mencapai klimaks syahwat, maka tidak dinilai tercela. Berbeda dengan “orang yang mencari selain itu”, baik berzina dengan perempuan lain, atau menggunakan bantuan selain istri untuk mencapai klimaks (onani), Allah sebut perbuatan orang ini sebagai tindakan melampaui batas, dikutip dari laman Kumparan.com. (Irw)