Pariwisata/Budaya

Ini Ungkapan Mumu Tentang Bang Firdaus

Berita Palembang, Kerincitime.co.id – Kepergian Seniman besar jambi Firdaus Al-Khatmi membawa duka kalangan seniman, ada banyak cerita dan kebangan yang tak telupakan bersama almarhum.

Kerincitime memaparkan satu per satu ungakapan rekan-rekannya, baik berupa tulisan, puisi dan lainnya. Berikut ubgkapan Muhammad Muslih yang akrab di pangggil mumu bercetita tentang Bang Firdaus.

I

Kebersamaan kita yang sangat intens itu ada 4 sampai 5 tahun. Akhir th 1993, kerap aku bertemu dg beliau. Bang Fir datang-pergi melihat-lihat saat aku latihan teater di PST (Pusat Studi Teater) FKIP UNJA. Khabarnya dia ini sangat berpotensi dan cerdas di dunia sastra terutama dalam mengulas puisi, atau cerpen, atau pementasan teater sampai-sampai khabarnya kiprahnya di dunia berkesenian di Jambi melebihi kiprahnya dosen-dosen Unja saat itu.

Ai….ai… apa iya? Aku belum begitu percaya benar khabar itu. Melihat profilnya yg bohemian dan selalu cekak no money at all, living as free as a bird, lusuh dan sangat sopan pada siapa saja, hepfull, bagaimana beliau melebihi para dosen dalam berkesenian, yang saat itu very perlente with their academic degree (saya campur aduk bahasanya supaya saya tidak kehilangan kata-kata to menggambarkan Bang Firdaus Al-Khatami di kenangan, apa yang melintas itulah yg tersurat).

Lalu Firdaus makin hari makin dekat dg saya sewaktu Muhammad Husyairi (Ari Cekgu) mengajak beliau ke kost-kost an kami di Mendalo.

Mulailah petualangan kami dengan beliau (saya Muslih Muhammad II, Kihi Alfa, Muhammad Husyairi) pertamanya cuma perkenalan antar teman saja namun kami berlanjut untuk membentuk satu teater yang lepas dari PST. Kemudian datanglah teman yang lain Ide Bagus Putra.

Dan berlima kami buatlah satu teater yang dinamai Teater Oranye Unja dan tanpa malu2 saya akui nama itu adalah ide saya. Yang awalnya dinamai Teater Orange tapi rasanya tidak pas krn English spellingnya.

Firdaus Al-Khatami lah orang yang sangat berkontribusi dalam tumbuh kembangnya teater yang baru ini karena beliau yang paling senior dan dapat melatih kami plus dengan junior-junior semacan Martono Oton, Yupnical Saketi, Kukuh Vocational English, and Marlina Lubis. Very memorable.

Firdaus Al-Khatami sangat jarang sekali dibahasakan dengan Bang Firdaus karena kami memanggilnya dengan panggilan Tun, panggilan khusus ini disematkan pada beliau pasca pementasan Tun Telanai oleh group teater Sekintang Dayo.

Terkadang kami memanggilnya dengan Lakasipo kaki batu, kadang kami pangggil dia kuda betina. Masya Allah maafkanlah kami Tun.

II

Sekali waktu kami berkunjung ke rumah Tun, Masya Allah dimana mata memandang dalam rumah itu penuh dengan buku-buku sasta, budaya, ensiklopedia yang rata-rata harganya sangat mahal namun Tun mendapatkannya dengan gratis malahan Tun dapat buku plus dapat uang, Rupanya penerbit2 yang berasal dari Jawa or Sumatera mengirimkan buku2 tsb menugaskan Tun untuk membuat tulisan for book promotion dan Tun sangat berkompeten dalam hal ulas mengulas ini.

(tobe continued) Mungkin ini adalah salah satu poin mengapa Tun kiprahnya di dunia sastra atau dunia seni di Jambi lebih dari para dosen Unja saat itu.

Tul ngggakk….? Dan Tun ini terkadang sibuk dengan tugas-tugas kuliah orang yang butuh bantuan beliau dalam tanda kutip. (Ist)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Back to top button