Kerincitime.co.id, Berita Jambi – Kejaksaan Agung (Kejagung) RI, menunjukkan kredibilitasnya. Buktinya, Senin (7/1/2018), Kejagung menetapkan 6 tersangka pada kasus pembelian lahan tambang batubara fiktif di Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi.
Kasus yang merugikan negara senilai Rp 92 miliar ini, melibatkan petinggi PT Antam yang terlibat pada pembelian lahan batubara di Mandiangin itu, dan pengusaha lokal Jambi.
Penetapan enam tersangka pada kasus batubara Sarolangun ini, beritanya telah diangkat oleh beberapa media online nasional seperti koranpagionline.com dan skalanews.com.
Dikutip dari laman koranpagionline.com, tim penyidik tindak pidana khusus Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan enam tersangka kasus korupsi pembelian lahan batubara seluas 400 hektar di Sarolangun, Jambi.
“Dengan cara membeli saham pemilik tambang PT. Citra Tobindo Sukses Perkasa oleh PT. Indonesia Coal Resources (anak Perusahaan PT. Antam),” ujar Dr Mukri, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) kepada wartawan di Jakarta, Senin (07/01/2019), dilansir laman koranpagionline.com.
Ke enam tersangka itu adalah BM (Direktur Utama PT Indonesia Coal Resources), MT (Pemilik PT RGSR/Komisaris PT Citra Tobindo Sukses Perkasa), ATY (Direktur Operasi dan Pengembangan), AL (Direktur Utama PT. Antam), HW (Senior Manager Corporate Strategic Development PT. Antam) dan MH (Komisaris PT. Tamarona Mas International).
Dijelaskan Mukri, Direktur Utama PT Indonesia Coal Resources (PT ICR) bekerjasama dengan PT Tamarona Mas International (PT TMI) selaku Kontraktor dan Komisaris PT Tamarona Mas International (PT TMI), telah menerima penawaran penjualan/pengambilalihan izin usaha pertambangan operasi produksi (IUP OP) batubara atas nama PT Tamarona Mas International seluas 400 Ha yang terdiri dari IUP OP seluas 199 Ha dan IUP OP seluas 201 Ha.
Dijelaskan Mukri, Direktur Utama PT Indonesia Coal Resources (PT ICR) bekerjasama dengan PT Tamarona Mas International (PT TMI) selaku Kontraktor dan Komisaris PT Tamarona Mas International (PT TMI), telah menerima penawaran penjualan/pengambilalihan izin usaha pertambangan operasi produksi (IUP OP) batubara atas nama PT Tamarona Mas International seluas 400 Ha yang terdiri dari IUP OP seluas 199 Ha dan IUP OP seluas 201 Ha.
Kemudian, diajukan permohonan persetujuan pengambilalihan IUP OP seluas 400 Ha (199 Ha dan 201 Ha) kepada Komisaris PT ICR melalui surat Nomor: 190/EXT-PD/XI/2010 tanggal 18 November 2010 kepada Komisaris Utama PT ICR, perihal Rencana Akuisisi PT TMI dan disetujui dengan surat Nomor: 034/Komisaris/XI/2010 tanggal 18 November 2010 perihal Rencana Akuisisi PT TMI.
Dalam kenyataannya, PT TMI mengalihkan IUP OP seluas 199 Ha dan IUP Eksplorasi seluas 201 Ha sesuai surat Nomor: TMI-0035-01210 tanggal 16 Desember 2010 perihal Permohonan Perubahan Kepemilikan IUP Ekplorasi seluas 201 Ha dari PT. TMI kepada PT. Citra Tobindo Sukses Perkasa (PT CTSP).
Pengalihan ini merupakan tindakan yang bertentangan dengan persetujuan rencana akuisisi PT TMI yang diberikan oleh Komisaris Utama PT ICR adalah asset property PT TMI yang menjadi objek akuisisi, adalah IUP yang sudah ditingkatkan menjadi Operasi Produksi sesuai dengan surat Nomor: 034/Komisaris/XI/XI/2010 tanggal 18 November 2010 perihal Rencana Akuisisi PT.TMI.
Juga bertentangan dengan laporan penilaian properti/aset Nomor File: KJPP-PS/Val/XII/2010/057 tanggal 30 Desember 2010 serta laporan legal due deligence dalam rangka Akuisisi tanggal 21 Desember 2010.
“Perbuatan para tersangka mengakibatkan kerugian keuangan negara senilai Rp 91,5 miliar. Keenam orang itu disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pembarantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” tutupnya. (bud)