Memaknai Hari Raya Kurban
Apa itu Hari Raya Kurban? Penamaan Hari Raya Kurban pastinya tidak sedikit membuat detikers bertanya-tanya.
Pasalnya, selain Idul Adha, orang-orang juga kerap menyebut perayaan ini sebagai Hari Raya Kurban. Bahkan karena fenomena itu, tak sedikit yang bertanya-tanya adakah kesamaan Hari Raya Kurban dan Idul Adha.
Apa Itu Hari Raya Kurban?
Pengertian Hari Raya Kurban lazim disebutkan lantaran adanya penyembelihan hewan. Di saat Hari Raya Kurban itu pulalah, banyak umat Islam melakukan kurban.
Berdasarkan laman resmi Kantor Kementerian Agama, penyebutan Hari Raya Idul Adha disebut Hari Raya Kurban lantaran makna Hari Raya Idul Adha itu sendiri. Perlu detikers tahu bahwa Idul Adha sendiri berasal dari bahasa Arab, yakni idul dan adha.
Kata Idul atau id merupakan pencatutan kata dari ada yaudu yang bermakna ‘kembali’. Sementara, adha, jamak dari adhat, berasal dari kata udhiyah denfan yang artinya ‘kurban’.
Sejarah Hari Raya Kurban
Qabil dan Habil adalah dua anak dari Nabi Adam dan Hawa. Kedua anak dari nabi pertama itu yang membuka sejarah kurban.
Namun, poin penting dari pelaksanaan kurban baru dimulai pada masa Nabi Ibrahim. Mengutip laman resmi UIN Sunan Gunung Djati Bandung, ibadah kurban baru diterapkan pada masa Nabi Ibrahim. Hal itu terjadi ketika Nabi Ibrahim AS diperintahkan oleh Allah SWT untuk menyembelih putra semata wayangnya, Ismail AS.
Dalam kisah itu, diceritakan bahwa Nabi Ibrahim telah senja usianya. Nabi Ibrahim yang telah tua bersama istrinya belum memiliki seorang anak. Lantas, Nabi Ibrahim meminta kepada Allah SWT untuk dikaruniai seorang putra.
Kelak, dalam pinta Nabi Ibrahim, anak itu nantinya akan meneruskan perjuangan Nabi Ibrahim menegakkan ajaran Allah. Lantas, Allah pun mengijabah doa hamba-Nya itu.
Siti Hajar melahirkan Ismail dan putra mereka itu tumbuh menjadi anak yang saleh. Tibalah pada satu waktu, Nabi Ibrahim bermimpi menyembelih anaknya itu.
Mulanya, Nabi Ibrahim mengira bahwa mimpi tersebut hanyalah sekadar bunga tidur. Namun, beberapa malam berturut-turut, ia terus bermimpi menyembelih Ismail.
Ia pun menyimpulkan bahwa mimpi tersebut merupakan wahyu dari Allah dan harus dikerjakan. Tentu, berat hati bagi Nabi Ibrahim dan Ismail. Namun, keduanya adalah manusia terbaik Allah dan mereka sabar atas ketetapan dari-Nya.
Sebagai ganjaran dari kepatuhan mereka yang luar biasa itu, Allah SWT mengganti Nabi Ismail dengan seekor kambing. Sejak saat itu, umat Islam pun disyariatkan untuk berkurban tidap bulan Zulhijah.
Namun, detikers perlu tahu bahwa dalam waktu yang panjang itu, ibadah kurban mengalami perubahan beberapa kali. Hingga akhirnya, perubahan-perubahan itu disempurnakan oleh syariat Nabi Muhammad SAW.
Makna Kisah Kurban Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail.
Melansir laman resmi Institut Bisnis dan Teknologi Indonesia (INSTIKI), kisah Nabi Ibrahim dan anaknya itu mengandung makna yang besar dalam kehidupan. Adapun makna dari peristiwa itu adalah:
Dari kurban, seseorang dapat belajar tentang sosial antarumat manusia. Sebab, Islam selalu mengajarkan untuk selalu mengutamakan rasa solidaritas dengan sesama manusia.
Kurban meningkatkan kualitas diri. Hal itu karena ibadah sunah ini mampu menumbuhkan rasa empati, pengendalian diri, dan kesadaran diri.
Kurban merupakan jalan ketakwaan. Dari kisah Nabi Ibrahim tadi, dapat diambil hikmah bahwa seorang hamba sudah sepatutnya patuh dan taat kepada Sang Pencipta.
Sumber : detik.com