Oleh Syamsul Bahri
Dinamaka Politik Pemilihan Wali Kota Sungai Penuh semakin hari semakin memanas dengan berbagai trik dan strategi yang dimainkan olek kelompok Simpatisan dan atau relawan yang sempat diamati oleh para pengamat, begitu juga oleh calon partai pendukung dan pengusung.
Teramati ditingkat lapangan dan elite akan muncul dalam Pemilihan Walikota Sungai Penuh dengan scenario pertama akan muncul 3 pasang secara alami memang sedang berproses saat ini baik ditingkat Provinsi maupun di tingkat Pusat, dan akan muncul 1 pasang bacawako sebagai pasangan bayangan untuk memecah basis suara Zulhelmi (Kecamatan Pondok Tinggi, Sungai penuh, Sungai Bungkal dan Kumun Debai) yang merupakan Pasangan Representatif Tengah dan Kumun Debai, yang saat ini sudah diusahakan untuk dimarginalkan, dengan berbagai alasan antara lain Zulhelmi tidak punya partai dan tidak punya dukungan financial, sebuah upaya black issue yang dilontarkan ke tengah public, dan sesungguhnya itu merupakan black issue murahan yang tidak berdasar.
Scenerio kedua adalah untuk membentuk Koalisi besar dengan kekuatan hampir 15 kursi di DPRD, scenario ini bisa ya bisa tidak, namun keinginan tersebut masih terus berjalan dan berpropses yang akan dikendari oleh Zulhelmi dan atau Ahamdi Zubir. Pada hal sesungguhnya Koalisi besar ingin menciptakan pertarungan head to head antara pasangan Fikar dengan salah satu calon pasangan yang sedang berjuang saat ini adalah Bacawako Ahmadi Zubir dengan Bacawako Zulhelmi, yang diharapkan salah satu atau dua-duanya Bacawako itu mundur kerena terbeban dengan biaya dan mahar politik dan operasional politik Pilkada yang sangat tinggi, bahkan dengan cara yang “buying time”.
Scenerio ketiga, munculnya tokoh elite partai politik dari wilayah Basis Zulhelmi berbondong-bondong menawarkan diri untuk mendampingi Pasangan Bacawako Fikar Azarmi, seperti dari Partai Amanat Nasional (PAN) yaitu Elite PAN DPW Jambi Yos Adrino Adnan Tokoh dari Kecamatan Sungai Bungkal yang lama berdomisli di Kota Jambi, dan DPT Satmarlendan ketua DPD PAN Kota Sungai Penuh, tokoh kharismatik dari Wilayah Kecamatan Pondok Tinggi dan sekarang sebagai Wakil Ketua DPRD Kota Sungai Penuh, begitu juga dengan Syafriadi Ketua DPC Hanura Kota Sungai Penuh yang juga merangkap sebagai wakil Ketua DPRD Kota Sungai Penuh, semua menjadi fenomena menarik.
Kita sangat menyadari bahwa Partai Hanura dan PAN untuk kota Sungai Penuh merupakan Partai besar yang memiliki suara masing-masing 3 kursi, bahkan kedua Partai tersebut menduduki wakil Ketua DPRD Sungai Penuh, sebuah posisi yang sangat startegis dalam kewilayahan Politik di Kota Sungai Penuh, dan ketiga tokoh tersebut semua mengatakan “Jika diperintah oleh Partai, mereka siap untuk mendampingi Fikar Azarmi” sebuah bahasa politik yang belum meyakinkan bahkan belum percaya diri, semua keputusan ada di DPP masing-masing, dan sangat diyakini akan muncul apakah personal atau melalui jalur politik untuk berlomba-lomba tokoh dari Basis Zulhelmi untuk menawarkan diri menjadi Pendamping Fikar Azarmi.
Begitu juga konstelasi Pilwako Sungai Penuh akan dipengaruhi oleh Konstelasi Pilkada di Provinsi Jambi, berkitan dengan koalisi dan Gerakan Politik, sehingga tidak terlalu gampang untuk keberhasilan sebuah scenario local, yang tentunya akan dipengaruhi oleh sceneria regional.
Bahwa Pilkada serentak tahun 2020 merupakan uji case untuk menuju Pilpres tahun 2025, dimana masing-masing partai akan diuji kekuatan akar rumput yang memiliki simpatisan dan kekuatan untuk arah dukungan dan maju sendiri pada Pilpres tersebut, sehingga sangat tidak mudah sebuah partai besar yang layak untuk maju sebagai Kepala daerah untuk maju sebagai wakil kepala daerah seperti Wakil Gubernur, Wakil Bupati ataupun wakil Wali kota.
Jika kita cermati dari beberapa scenario yang sedang berjalan, memang basis Zulhelmi diusahakan untuk dipecah dan dilemahkan, dengan hasil akhir yang diharapkan Zulhelmi mundur dari Kontestasi ini, dan sangat yakin Zulhelmi dengan patriotiknya akan terus berjuang dan berjuang untuk maju sebagai wako Kota Sungai Penuh.
Dari beberapa sumber yang dapat dipercaya di elite bahkan di akar rumput, bahwa sudah banyak tokoh dan elite yang sudah dijanjikan untuk mendamping Fikar Azarmi, namun untuk menjadi wakil hanya ada satu wakil, nach masing-masing orang yang sudah dijanjikan berusaha untuk melakukan konsolidasi untuk pembentukan tim relawan yang secara umum berada di basis Zulhelmi, mudah-mudhan Tim Relawan Zulhelmi bisa mengambil hikmah dari kondisi ini.
Jika kita simak dari pengamatan politik Sungai Penuh oleh Saudara Dr. FERDI melalui berita on line Jambi berita.com tanggal senen tanggal 09 Maret 2020, mengatakan “Sikap politik AJB sah-sah saja kalau dikaitkan dengan zaman demokrasi sekarang. Namun, ini bukan sekedar soal demokrasi. Kita harus melihat tujuan dari kekuasaan itu sendiri, yakni mewujudkan kesejahteraa rakyat,” ungakap Ferdi, yang seyogyannya kompetensi dan kemampuan menjadi acuan dalam menjadi seseorang menjadi pemimpin.
Menurut Dinasti Politik dapat diartikan sebagai sebuah kekuasaan politik yang dijalankan oleh sekelompok orang yang masih terkait dalam hubungan keluarga (Wikipedia). Dinasti politik lebih indentik dengan kerajaan, sebab kekuasaan akan diwariskan secara turun temurun dari ayah kepada anak. agar kekuasaan akan tetap berada di lingkaran keluarga, swalaupun secara hokum bukan merupakan sebuah pelnggaran.
Dibeberapa daerah munculnya pro dan kontra bahkan perlawanan untuk kemunculan Dynasti politik ini, karena Dinasti politik cenderung melemahkan penegakan hukum. Bahkan umumnya mereka tidak meniti karir politik seperti politisi lainnya. Ketika politisi, jika kita simak tulisan Oleh Pudjo Rahayu Rizan Selasa, 24/12/2019 pada berita on line antara dengan judul Pro kontra politik dinasti “pada kontek pro dan kontrak politik dinasti pemaknaan demokrasi menimbulkan dua pemahaman yang saling bertentangan yaitu politik dinasti tidak bertentangan dengan demokrasi, tapi disisi lain sering melanggar dari prinsip demokrasi itu sendiri”, selanjutnya ditegaskan lagi, apakah politik dinasti mengkebiri demokrasi dengan jawaban bisa ya bisa tidak, karena politik dinasti cenderung mempengaruhi proses yang semestinya demokratis menjadi tidak demokratis, karena campur tangan pihak-pihak yang memegang kekuasaan, kekatan, pengaruh, infrastruktur politik, bungkusnya demokrasi, tapi isinya bukan demokrasi.
Ini sebuah pengamatan dan menyampaikan beberapa reference terkait dengan dinamika politik di kota Sungai Penuh, terkait dengan beberapa scenario dan Dinasti politik, mudah-mudahan bisa menjadi edukasi politik untuk masyarakat kota Sungai Penuh. (*)