KerinciPariwisata/Budaya

Puncak Kerinci nan Eksotis, Delapan Pendaki Menjadi Korban

BAGI kalangan pecinta alam, tentu belum lengkap penjelajahan yang mereka lakukan, sebelum berhasil menaklukkan atap sumatera (Gunung Kerinci-red). Tidak mengherankan, jika setiap tahunnya gunung berapi tertinggi ini, selalu dipenuhi oleh pendaki yang berasal dari berbagai daerah.

Namun siapa tahu, di balik keindahan dan pemandangan alamnya yang eksotis, tersimpan keganasan, yang kerap kali gagal ditaklukkan oleh para pendaki. Delapan nyawa sudah melayang di ketinggian 3805 mdpl tersebut.

Cuacanya yang ekstrem, jurang yang terjal, ditambah hutan yang masih perawan, serta dihuni oleh si raja hutan harimau sumatera, menjadi tantangan tersendiri bagi pendaki yang akan menaklukkan Gunung Kerinci.

Rangga, yang sering menjadi pendampingi pendaki yang berasal dari luar daerah, mengakui keganasan Gunung Kerinci. “Sejak 1983, setahu saya sudah ada delapan pendaki yang hilang dan tewas di Gunung Kerinci,” katanya.

Korban pertama adalah Adi Permana. Dia terjun bebas ke dalam jurang, dan baru berhasil ditemukan tim SAR dalam kondisi sudah meninggal. “Mungkin sebelum ini ada yang meninggal atau hilang, tapi saya tidak tahu,” bebernya.

Setelah itu, pada 1991 seorang pendaki bernama Yuda Shantika, juga dinyatakan hilang. Hingga saat ini, jenazahnya tidak berhasil ditemukan, meskipun ratusan tim SAR sudah berupaya melakukan pencarian.

Pada 1997 Gunung Kerinci kembali membuktikan keganasannya. Dua pendaki yakni Dadang dan Nanang juga dinyatakan hilang. Ratusan personel TNI saat itu ikut diterjunkan melakukan pencarian. Namun hasilnya tetap nihil, hingga saat ini mereka menghilang tanpa meninggalkan jejak.

“Setahun kemudian, seorang pendaki asing asal Swis, juga hilang di puncak Kerinci. Lagi-lagi jenazahnya tidak berhasil ditemukan, meski tim SAR sudah meminta bantuan orang pintar untuk mencari survivor,” tambah Rangga.

Setelah itu, pada 2003, tiga pendaki asal Jakarta Utara, Wiwin, Tedi, dan Aloysius, juga hilang. Tidak mau kecolongan seperti tahun-tahun sebelumnya, semua potensi SAR yang ada dikerahkan melakukan pencarian.

“Pencarian membuahkan hasil. Ketiga pendaki tersebut berhasil ditemukan, namun sayang kondisinya sudah menjadi mayat. Dengan bersusah payah tim SAR melakukan evakuasi, sehingga ketiganya berhasil dibawa ke Jakarta,” tutur Rangga.

Terakhir, korban keganasan alam di Gunung Kerinci, bernama Setiawan Maulana (22), pendaki asal Bekasi. Hingga Senin (12/1), sudah 16 hari Setiawan dinyatakan hilang. “Pencarian masih dilakukan, namun belum ada hasil,” tandasnya.

Menariknya, dari delapan pendaki yang dinyatakan tewas atau hilang, semuanya berasal dari luar daerah. Sementara untuk pendaki lokal, sampai saat ini belum pernah mengalami kecelakaan di Gunung Kerinci tersebut.

Bahkan, banyak pendaki-pendaki senior yang mengakui ganasnya trek pendakian Gunung Kerinci, yang tidak bisa ditemukan di gunung-gunung lainnya di Indonesia. “Jalur pendakian di Gunung Kerinci lebih menantang,” imbuh Ari, pendaki asal Jakarta yang berhasil dijumpai Tribun.

Sebelum melakukan pendakian ungkap Ari, banyak hal yang harus dipersiapkan pendaki. Di samping fisik yang prima, juga bekal yang memadai. Pasalnya, untuk sampai ke puncak, pendaki tidak bisa memaksakan diri, karena butuh banyak istirahat.

“Normalnya, untuk sampai ke puncak butuh waktu hingga tiga hari. Jadi pendaki tidak terlalu memaksakan diri. Jika terlalu dipaksakan, bahaya besar sudah menanti. Salah sedikit saja bisa tergelincir kedalam jurang,” pungkasnya. (edijanuar)

Sumber:tribun jambi.com

One Comment

  1. setiap ada pendaki yg hilang kenapa tidak mencoba untuk melatih anjing pelacak untuk mempermudah pencarian,maaf sedikit terlintas dalam fikiran …..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Back to top button