Putri Yatna Sari Mahasiswi Unand Padang kagumi Aksara Incung Suku Kerinci
Berita Kerinci, Kerincitime.co.id – Putri Yatna Sari Mahasiswi Semester V Fakultas Hukum Universitas Negeri Padang (UNAND) mengagumi Aksara Incung Suku Kerinci yang saat ini diambang kepunahan,dan keberadaan aksara Incung ditengah tengah masyarakat suku Kerinci di Propinsi Jambi menunjukkan bahwa masyarakat di di daerah ini telah memiliki kebudayaan dan peradaban yang cukup tinggi, lagi pula tidak semua daerah atau suku suku di Indonesia yang memiliki aksara
Hal ini disampaikan Putri Yatna Sari saat mengunjungi Sanggar Seni Incung di Baheun Buloeuh Selasa sore 29/12. Semestinya kita masyarakat yang dilahirkan dan dibesarkan di ranouh alam Kincai harus merasa bangga dengan kekayaan budaya yang kita miliki, dan agar peninggalan budaya berupa aksara Incung Suku Kerinci ini tidak punah alangkah lebih baiknya kita para generasi muda untuk mempelajari , menyelamatkandan mengembangkan khasanah budaya yang telah diwariskan secara turun temurun oleh nenek moyang masyarakat Suku Kerinci”Kata Putri Yatna Sari”
Menurut Mahasiswi Semester Fakultas Hukum Universitas Negeri Andalas Padang-Sumatera Barat – Alam Kerinci yang berada dikawasan puncak andalas pulau Sumatera merupakan dua daerah otonom yang termasuk wilayah administrasi Propinsi Jambi. Catatan sejarah telah membuktikan bahwa di alam Kerinci terdapat berbagai peninggalan kebudayaan dan peradaban yang tinggi, berbagai tinggalan masa lampau dalam bentuk batu Silindrik Menhir, Dolmen, Umpak batu dan lain lain
Di antara banyak peninggalan kebudayaan dan seni yang tumbuh dan berkembang di alam Kerinci adalah “Aksara Incung”. Aksara Incung yang digunakan masyarakat suku Kerinci pada masa lalu memiliki kesamaan akar dengan aksara Batak, aksara Rejang, aksara Lampung dan aksara Jawa kuno yang merupakan interaksi kreatif dari aksara Palawa India.
Pemerhati Budaya Suku Kerinci Buhari R Temenggung dalam diskusi di Baheoun Buleouh Selasa Sora 29/12 menyebutkan bahwa saat ini harus diakui kondisi aksara incung Suku Kerinci belum terdokumentasi dengan baik, sebahagian diantaranya belum digali dan sebahagian lain telah terkubur oleh kemajuan peradaban zaman.
Fakta dilapangan menunjukkan saat ini sangat sedikit orang suku Kerinci yang mengenal dan memahami aksara incung sebagai sebuah identitas budayanya.
Menurut Buhari R Temenggung seorang hli Antropologi C.W. Watson seorang peneliti asing yang melakukan penelitian di Kerinci sejak tahun 1970 menyebutkan bahwa Alam Kerinci adalah daerah yang penting di Indonesia. Suku Kerinci dikenal sebagai suku yang memiliki kecerdasan dan peradaban yang tinggi. hal ini dapat dibuktikan dengan ditemukannya naskah kuno di Desa Tanjung Tanah Kecamatan Danau Kerinci, Naskah Kuno Tanjung Tanah di duga berasal dari abad ke XIV dengan menggunakan media kulit kayu sebagai media tulis.
Pada tahun 1941 Voorhoeve melalui sekretarisnya menyalin dan mengetik naskah kuno Kerinci termasuk naskah Aksara Incung yang berjumlah 252 naskah Kerinci setebal 181 Halaman yang diberi judul Tambo Kerinci dan Tambo itu sempat dinyatakan hilang dan ditemukan kembali oleh seorang antropolog Inggeris bernama Watson pada tahun 1975
Salinan naskah yang ditemukan kembali itu diserahkan kembali oleh Watson kepada Voorhoeve di Belanda, dan sampai saat ini Tambo Kerinci masih disimpan di perpustakaan Koninklijk Institut voor de Tall-, Land-, en Volkenkunde (KITLV) di Leiden Belanda, dengan nomor inventaris D Or.415.
Catatan hasil penelitian para ahli mengungkapkan, hampir semua naskah Kerinci ditulis pada lima jenis media yakni bambu, kulit kayu, daun lontar, tanduk dan kertas dengan menggunakan tiga jenis aksara yakni Aksara / surat incung, Jawi, dan sejenis aksara yang oleh Voorhoeve disebut “Jawa Kuno”. Unieknya di Tanjung Tanah ditemui Aksara yang ditulis pada media tidak lazim yakni di tulis di daluang.
Beberapa aksara Incung di alam Kerinci di tulis diatas bambu, terdapat sekitar 34 naskah aksara Incung yang ditulis diatas bambu, kebanyakkan naskah tersebut mengandung nilai kesusastraan, naskah tersebut isinya antara lain kata kata percintaan, ratapan tangis seorang jejaka terhadap sang kekasih pujaan hati,-karena patah hati cinta ditolak sang kekasih.
Pada masa lalu ketika masyarakat masih menganut kepercayaan animisme mereka menganggap semua makhluk hidup termasuk flora dianggap bernyawa, bambu diketahui selama ratusan tahun sanggup menciptakan alunan nada yang lembut, santai dan syahdu bila dihembus angin.
alam Kerinci sejak lama telah mengenal Aksara dan memiliki bahasa tersendiri yang berbeda dengan bahasa bahasa daerah lainnya yang ada di Pulau Sumatera, Bahasa Kerinci memiliki banyak dialeg, antara satu dusun dengan dusun yang lain memiliki dialeg tersendiri dan terkadang sulit dimengerti oleh sesama pengguna bahasa Kerinci.
Aksara Incung oleh para ilmuawan dikenal dengan sebutan Aksara Ka-Ga-Nga, aksara ini sebagian besar di tulis pada media tanduk, ruas bambu, tulang, tapak gajah, setelah kebudayaan baru masuk sebagian lain Aksara ini di tulis diatas kertas
Di Kota Sungai Penuh aksara sebagian di tulis pada tanduk kerbau, sedangkan di Hiang Kecamatan Sitinjau laut Kabupaten Kerinci aksara incung ada yang di tulis di atas tanduk kambing hutan. Menurut Dr. P. Voorhove, di alam Kerinci terdapat 271 Naskah Kuno dan 158 bertuliskan rencong yang ditulis pada 82 potong tanduk kerbau.59 ruas buluh,13 lembar diatas kertas 1 potong tulang,2 potong kulit kayu dan 1 potong tapak gajah
Didalam naskah Kuno termasuk aksara Incung yang ditulis pada media tanduk kerbau,buluh, kertas,tulang dan tapak Gajah terungkap beberapa cerita sejarah, syair kerinduan, ungkapan hati/ perasaan. Dll- yang secara sastra dan kebudayaan bernilai sangat tinggi dan berisikan pesan pesan moral
Dewasa inii Aksara Incung telah mulai memasuki pintu ambang kepunahan, oleh sebab itu kita berharap agar kaum intelektual terutama para budayawan ilmuawan dan cendekiawan yang lahir di bumi alam Kincai untuk mengambil langkah yang kongkrit untuk menggali kembali, menyelamatkan dan melestarikan kebudayaan suku Kerinci .
Upaya untuk mentradisikan kembali budaya yang terdistorsi itu bukan berarti untuk menumbuhkan semangat kedaerahan dalam makna yang sempit, tetapi justru untuk menjadikannya sebagai bagian dari identitas bangsa dalam kerangka NKRI ,kita berharap Aksara Kerinci termasuk bahasa Kerinci dan Antalogi penyair Alam Kerinci akan membumi.(BJ-Rita)