Tari Niti Naik Mahligai di Bumi Sakti Alam Kerinci
Kerincitime.co.id, Berita Kerinci – Kabupaten Kerinci yang berada di propinsi Jambi, terkenal dengan keindahan alam dan budayanya. Selain daerah yang sejuk, Kabupaten Kerinci juga memiliki seni budaya yang unik dan menarik, salah satunya adalah seni tari.
Seni tari yang berkembang di daerah ini sebagian besar merupakan peninggalan tradisi pada zaman nenek moyang, yang tentunya masih berkembang sampai saat ini. Seni tari tersebut diantaranya: tari Rangguk, Sikapur Sirih, Asyek, Iyo-Iyo, Rentak Kudo dan masih banyak lagi.
Disamping itu, terdapat juga tari kreasi baru yang berkembang di daerah ini. Hal ini dapat dilihat banyaknya seniman baru yang berkembang saat ini. Mereka berupaya mengembangkan dan melestarikan tari tradisi yang ada, dengan cara mengolah kembali ke dalam bentuk tari kreasi baru sesuai dengan perkembangan zaman. Namun, diantara tarian tersebut ada satu tarian yang sangat unik yaitu tari Asyek (Tari Niti Naik Mahligai).
Masyarakat daerah Kerinci menyebutnya dengan tari Asyek, Asik atau Asaik. Kata Asyek berasal dari kata asik. Jenis tari Asyek ini adalah salah satu tari tradisi yang dulunya digunakan sebagai tari dalam upacara yang berkaitan dengan pemujaan roh-roh nenek moyang dan memiliki unsur magis. Tari Asyek memiliki bermacam-macam jenisnya sesuai dengan tujuan upacara yang dilakukan. Jenis tari Asyek yang masih berkembang saat ini adalah tari Niti Naik Mahligai, Mahligai Kaco, Tolak Bala, Gagah Harimau, Mandi Taman, Mintak Lamat, Mandi malimau dan masih banyak lagi yang lainnya.
Dilansir mengenaljambi.blogspot.com, menurut Eva Bram (2006) saat ini yang menjadi seorang pawang tari Niti Naik Mahligai, menjelaskan bahwa tari Niti Naik Mahligai berasal dari kata Niti artinya berjalan di atas suatu benda, naik artinya menuju sesuatu yang tertinggi dan mahligai adalah tahta atau istana.
Tari Niti Naik mahligai memiliki makna tarian yang dilakukan secara khusuk untuk mencapai sebuah tujuan yaitu memperoleh tahta atau istana. Tari ini dulunya digunakan dalam upacara pemujaan yaitu upacara adat penobatan gelar adatbilan salih. Menurut Muchtar Hadis (2006) salah satu tokoh seniman Kerinci menyatakanbilan salih adalah gelar adat yang di sandang oleh anak batino (kaum perempuan) yang bertugas untuk mendampingi tugas pemangku adat yang menyandang gelar sko, yang terdiri dari: Depati, Ninik Mamak, dan Anak Jantan yang disandang oleh kaum laki-laki. Upacara penobatan bilan salih, merupakan upacara yang dilakukan oleh masyarakat Siulak Mukai Tengah secara turun-temurun yang disebut dengan upacara Naik Mahligai. Pada zaman dahulu tarian ini memiliki fungsi sebagai : (1) sarana komunikasi kepada roh nenek moyang; (2) sarana komunikasi kepada masyarakat; (3) sarana penyembuhan; (4) sarana pengungkapan rasa syukur; dan (5) sebagai sarana pengikat solidaritas masyarakat setempat khususnya antar penyandang gelar adat.
Namun, seiring dengan kemajuan zaman upacara ini ditinggalkan oleh masyarakat Kerinci. Hal ini disebabkan karena faktor ideologi, teknologi, letak geografis, sosial, ekonomi dan pendidikan masyarakat Kerinci yang berubah. Karena faktor-faktor tersebut maka, tari ini mengalami perubahan fungsi dan bentuk penyajiannya. Seperti yang kita ketahui juga bahwa pada hakekatnya karya seni itu harus berkembang sejalan dengan arus perubahan zaman. Perubahan bentuk dan penyajian tari Niti Naik Mahligai di lakukan oleh masyarakat pendukung tari ini, mereka menata tari ini sedikit demi sedikit. Selanjutnya pada tahun 1999 bersama dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Kerinci bidang kesenian menata kembali tari ini menjadi tari Niti Naik Mahligai yang berkembang saat ini.
Secara keseluruhan tari Niti Naik Mahligai, masih memiliki bentuk penyajian yang sederhana, seperti gerak, musik, pola lantai, property, tata rias dan tata busana. Kesederhanaan bentuk penyajian tari ini merupakan ciri khas yang dimiliki tari tradisional kerakyatan pada umumnya. Selain itu, tari ini memiliki keunikan dari tari-tarian yang berkembang di Indonesia saat ini, yaitu adanya atraksi yang menantang dan berbahaya. Pada saat dimulai atraksi, saat inilah para penari mulai dirasuki roh-roh nenek moyang yang mereka percayai mendatangkan kekuatan yang melebihi kekuatan manusia. Sehingga, para penari tidak sadarkan diri atau trance, selama atraksi berlangsung.
Atraksi tersebut diantaranya:
- Niti Gunung Kaco yaitu menari di atas pecahan kaca.
- Niti Gunung Telo yaitu berjalan di atas mangkok-mangkok keci dan berjalan di atas batang pisang yang diatasnya diletakkan telur.
- Niti Gunung Tajam yaitu menari di atas bambu-bambu runcing dan paku yang telah di tata.
- Niti Gunung Pedam yaitu menari di atas ujung pedang yang sangat runcing.
- Niti Gunung daun yaitu menari di atas daun kelor.
- Niti Laut Api yaitu menari di dalam bara api yang sangat panas.
Menurut Eva Bram (2006) menjelaskan bahwa, keseluruhan atraksi tersebut memiliki maksud dan makna tersendiri. Selain itu, sebelum melaksanakan pertunjukan para penari diwajibkan untuk melakukan ritual yaitu berupa persembahan terhadap nenek moyang. Agar mereka mendapat perlindungan dan diharapkan pertunjukan dapat berjalan dengan lancar. Oleh karena itu, pada saat pementasan mereka jarang yang mengalami cidera.
Di samping, atraksi yang unik, para penari Tari Niti Naik Mahligai menggunakan kostum tari yang unik juga yaitu pakaian adat daerah Kabupaten Kerinci yang berwarna hitam dengan hiasan sulaman benang warna kuning pada dada. Sedangkan untuk hiasan kepalanya menggunakan kuluk atau sungkun yang berwarna hitam dan dihiasi dengan manik-manik dan bunga sebagai penghias. Para penari menggunakan kain sebagai bawahan yang biasa di sebut dengan tahhap, kain yang digunakan adalah kain songketyang berwarna merah. Tentunya kostum yang digukan semuanya memiliki makna simbolis. (red)