HOT NEWSPariwisata/Budaya

Upacara Tradisional Kenduhei Padoi di wilayah Hiang

Upacara Tradisional Kenduhei Padoi di wilayah Hiang

Oleh: Budhi VJ Rio Temenggung Tuo

tari padoi
tari padoi

Upacara tradisional merupakan kegiatan  sosial yang melibatkan warga masyarakat di dalam komuitas masyarakat adat setempat,kegiatan upacara ini dilaksanakan untuk mencapai kebutuhan dan tujuan keselamatan bersama. Upacara tradisional merupakan bagian integral dan kebudayaan masyarakat pendukungnya,dan kelestariannya dimungkinkan  oleh fungsinya bagi kehidupan masyarakat,Upacara tradisional ini tidak  mengalami kebutuhan bila tidak memiliki fungsi sama sekali.

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI) karangan W.J.S. Purwadarminta ( KUBI 1976: 1132),upacara berarti hal melakukan sesuatu perbuatan menurut adat kebiasaan atau menurut agama,Tambahan istilah  Tradisional dibelakang kata Upacara memperjelas pengertian bahwa hal melakukan sesuatu perbuatan menurut adat kebiasaan atau menurut agama itu berlansung secara turun temurun.

Secara lengkap mengenai pengertian upacara tradisional dijelaskan bahwa upacara tradisional adalah upacara yang diselenggarakan oleh warga masyarakat sejak dahulu sampai sekarang dalam bentuk tata cara yang relatif tetap (Antropologi budaya,1981:37).

Suku Kerinci termasuk salah satu suku tertua yang mendiami puncak andalas sumatera, sebuah catatan  menyebutkan alasan untuk menggolongkan suku Kerinci termasak suku tertua karena   sejak masa mesolithikum sudah ada manusia yang mendiami datarangan tinggi Kerinci, Peneliti Belanda DR.A.N.J. Th a Van der Hoop pada tahun 1937 menemukan alat alat dari obsidian di tepi danau Kerinci yang sama  dengan alat alat yang terdapat di Bandung-Propinsi Jawa Barat,yang merupakan inti dari kebudayaan mesolithikum (Drs.Thabran  Kahar,1981/1982:43) dan  lihat pula (drs.Soekmono,1955:42-43).

Hasil wawancara dengan Nazaruddin Said  Depati Atur Bumi dan Mukhtaruddin  serta berbagai sumber  literatur  mengungkapkan bahwa dapat dipastikan bahwa  suku Kerinci merupakan  keturunan  dari Suku Melayu Tua, dan oleh sebab itu suku Kerinci sejajar atau sama tua dengan suku bangs bontoc dan Igorot di Philipina, Suku Tayal di Taiwan,Suku Toraja di Sulawesi,Suku Kren di pegunungan Birma, Suku Meo di Thailand,Suku bangsa Wajo di kepulauan Lingga Cebu-Philipina dan suku Batak di Tapanuli.

Masyarakat suku Kerinci sangat menghormati  dan memuliakan arwah nenek moyang,dan hingga saat ini benda benda pusaka peninggalan nenek moyang masih dirawat dengan baik oleh masyarakat adat di wilayah kesatuan  adat/luhah masing masing, sebuah caatan menuyebutkan dikalangan masyarakat suku Kerinci dimasa lalu kepercayaan terhadap tumbuh tumbuhan (padi) masih  bertahan di beberapa dusun di alam Kerinci,Padi oleh masyarakat suku Kerinci sangat di hormati dan disanjung,karena padi mempunyai nilai semangat,dan kepercayaan terhadap pohon besar yang dikawal’Penunggu” masih dipercayaai oleh sekelompok  masyarakat tradisional yang ada di pelosok dusun,sehingga  tak seorangpun yang berani menganggu apalagi menebangnya.

Baca juga:  Toke Rokok Illegal Diduga Oknum Aparat “BS", APH Tutup Mata, Biaya Pengamaan pun Mengalir

Dalam komunitas  masyarakat suku Kerinci  dikenal banyak  memiliki upacara upacara tradisional seperti  Upacara minta ahei hujeang, Upacara Kumou(kesawah),Upacara Ngayun Luci,Upacara nanak Ulu Tahun.akan tetapi dewasa ini upcara upacara tradisional itu semakin lenyap ditelan gemuruh perkembangan kemajuan zaman.

Didaerah alam Kerinci hingga saat ini masih dapat ditemui beberapa upacara  tradisional seperti nanak ulu taung(tahun),Upacara Kumou(Kesawah),Upacara tari asyeak,dll. Dan di dusun /desa Hiang khususnya di Hiang Tinggi dan Hiang Betung Kuning  masih tumbuh  sebuah  upacara tradisi yang disebut dengan  “Kenduhei Padoi ( Kenduri Padi)

Masyarakat suku Kerinci khususnya yang  bermukim di dusun dusun mengenal beberapa jenis padi lama(tua)yang diwariskan secara turun temurun.Jenis Padi itu ialah  Jenis Padi ekor tupai, padi ini dinamakan ekor tupa karena bentuk tangkai tersebut panjang dan berbulu menyerupai ekor tupai.

Jenis padi yang disukai masyarakat suku Kerini  termasuk padi silang serukuo atau disebut juga padi silang minyak,padi ini ketika di tumbuk menjadi beras terlihat berwarna putih dan bercahaya  seperti mengandung minyak, Padi Payo merupakan  jenis padi yang berasnya  paling digemari dan memiliki kualitas tinggi dan bernilai jual tinggi, padi jenis ini ditanah didaerah payau payau(Payo) yang  lahan sawahnya selalu  digenangi air dan tidak pernah kering, dan jenis padi lain yang tumbuh dilahan lahan persawahan masyarakat ialah jenis padi silang rantai yang mirip dengan  jenis padi ekor tupai.

Masyarakat petani di dusun dusun di alam Kerinci juga menanam jenis padi ketan/padi pulauk yang terdiri dari Padi pulauk senjo berwarna kuning, padi pulauk ahang berwarna hitam dan padi pulut sageou(sagu) warna nya seperti padi  biasa.

Baca juga:  Dibatasi Israel, 50.000 Warga Palestina Berhasil Tarawih di Masjid Al Aqsa

Semua jenis padi tersebut kecuali padi pulut/Pulauk digunakan untuk konsumsi sehari hari dan merupakan kebutuhan pokok masyarakat,sedangkan padi pulauk /beras ketan dimanfaatkan untuk bahan  baku pembuatan makanan ringan dan dijadikan sebagai kebutuhan sekunder seperti untuk lemang,aneka kue kue  dari pulut,lapek,dan bahan baku untuk membuat jadeah atau dodol, rata rata  umur padi lama sejak mula ditanam hingga  ditua berusia  delapan bulan,  dan sejak beberapa puluh tahun terakhir untuk mencukupi kebutuhan beras  Pemerintah  melalui Dinas Pertanian  mengembangkan dan membudidayakan jenis padi varitas unggul seperti padi semeru,padi adil ,dll.

Masyarakat Hiang Tinggi dan Hiang Betung Kuning hingga saat ini masih melaksanakan upacara ritual yakni “Kenduhei Padoi” atau kenduri Padi yang dilaksanakan masyarakat tani dan dihadiri  para pemangku adat, ulama, dan segenap masyarakat, upacara ini diawali dengan perno adat  dan dilanjutkan dengan kenduri padi dengan menyiapkan  jambea yang terdiri dari beraneka tanaman.dedauanan seperti Daun sedingin, buah kundur,kunyit melai,jerangau,sekumpei,cakarawan(cekehaa) daun pinang masak, kelopak.pelepah batang pisng dingin,ulu nasi,ulu gulai,Jelawang pandan,jelawang mandi,jelawang manjang,jelawang mas dan  kemenyan yang dibakar didalam  mangkuk tempat pembakaran/pengasapan.

Informasi yang penulis himpun  menyebutkan,  seminggu sebelum acara Kenduhei Padoi (Kenduri Padi) dilaksanakan, para tetua adat(Depati/Ninik Mamak) menyampaikan pengumuman  kepada masyarakat tentang pelaksanaan Kenduri Padi, dimasa lalu pengumuman  dilaksanakan dengan menggunakan Canang yang di bunyikan  di setiap lahek/luhah di dalam dusun sambil  mengumumkan kepada anak jantan /anak betino dalam laheik jajou untuk  berkumpul  didalam rumah adat(umouh Gdeang) atau di dalam Masjid untuk mengadakan acara  Kenduri Padi.

Mula hari itu  kaum wanita  dan  anak anak gadis sibuk menyiapkan sajian atau  aneka bunga bunga yang di butuhkan, untuk mengambil daun daunan beraneka jenis tanaman seperti jerangau,sedingin,kunyit melai,dll terkadang masyarakat harus  masuk kedalam hutan belantara ,dan dimasa lalu kondisi Hutan Belantara di alam Kerinci  masih asri dan ditumbuhi beraneka tanaman obat obatan alamai termasuk beraneka macam  Flora dan Fauna.

Baca juga:  Bukit keramat Bisu

Semua kelengkapan sajian seperti Kundur dipotong dan disusun dalam mangkok  atau baskom ukuran sedang dan diatas irisan  buah kundur  ditata aneka  dedaunan yang telah dipersiapkan termasuk kunyit melai,sedingin,dll.

Sajian berupa aneka  dedaunan dan buah kundur yang telah disusun rapi dalam mangkok/baskom dibawa kedalam rumah adat  atau kedalam masjid, sajian yang dibawa   oleh masing masing tumbi itu diletakkan ditengah tengah ruangan,dan masyarakat duduk bersila mengitari ruangan.

Upacara Kenduri Padoi dimulai dengan  perno yang disampaikan oleh pemangku adat  dan disaksikan oleh  para tokoh masyarakat, alim ulama, cerdik pandai dan masyarakat yang ada di dalam laheik jajou atau yang ada  luhah  masing masing, usai Perno adat dilanjutkan dengan Doa  dan makan bersama .

Setelah acara selesai dilaksanakan, sajian dibawa pulang kerumah masing masing, biasanya  Sajian yang telah di persiapkan akan di hamburkan/ditaburkan  di lokasi lahan sawah muara air dan  sebagian ditanam di pintu air masuk kesawah

Depati Nazaruddin Said dan Mukhtaruddin warga  Betung Kuning  mengemukakan ,pada dasarnya penyelenggaraan itu bertujuan meminta keselamatan,memohon kesubura,memohon kesadaran untuk berbuat adil.

Memohon keselamatan  dimaksud karena pada waktu mengolah lahan hingga menuai padi menggunakan alat benda logam seperti Cangkul,parang,sabit,dll. Dengan acara ini diharapkan  Allah.SWT. nenek moyang akan  memberikan perlindungan  dan keselamatan kepada para petani, selain itu apa bila berada disawah akan terlindungi dari marabahaya seperti digigit ular berbisa,kalajengking atau  disambar petir saat bekerja dilahan sawah.

Memohon kesuburan,melalui kegiatan kenduri padi ini diharapkan agar padi yang ditanah tumbuh subur dan pada waktu panen akan menghasilkan  hasil yang melimpah,dan tanaman padi  bebas dari ganguan hama ,tikus dan bencana.

Sedangkan memohon kesadaran berbuat adil dimaksud,pada umumnya petak jenjang jenjang sawah biasanya merupakan  lahan warisan  yang diwariskan secara turun temurun atau lazim disebut sawah gilir ganti yang sudah diatur sesuai dengan ketentuan adat    ,dengan adanya acara tersebut  diharapkan  apabila sudah menua padi tidak terjadi silang sengketa,percekcokan atau rasa tamak diantara mereka.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Back to top button