Tanjung Tanah Bumi Undang Selujur Alam Kerinci
Suhardiman Rusdi
Catatan China menyebut ada sebuah negeri bernama Koying yang berdiri pada Abad 2 SM. Negeri ini terletak di sebuah dataran tinggi dan memiliki gunung berapi. Beberapa ahli berpendapat bahwa Koying identik dengan dataran tinggi Kerinci. Di perkirakan abad 13-14 M, Kerajaan Dharmasraya malayu Jambi mulai menetapkan undang-undang kepada para tetua kampung atau luhah disetiap dusun di Selunjur bumi Kerinci, tetua kampung tersebut disebut sebagai Depati sebagaimana yang tercantum dalam kitab Undang-undang Tanjung Tanah.
Menurut Uli Kozok, negeri Kerinci atau Kerinci tidak sepenuhnya di bawah kendali kerajaan Dharmasraya Malayu Jambi, para Depati tetap memiliki hak Penuh atas kekuasaannya, penetapan Undang-undang disebabkan Kerajaan Dharmasraya Malayu Jambi ingin menguasai perdagangan emas yang saat itu melimpah ruah di Bumi Kerinci.
Disekitar Abad 16 M, Kerajan Kesultanan Jambi mulai memegang kendali atas Para Depati di Bumi Kerinci, Kerajaan Kesultanan Jambi yang berada di Tanah Pilih, Kota Jambi sekarang. Menunjuk Pangeran Temenggung Kabul di Bukit sebagai wakil Kerajaan Kesultanan Jambi di wilayah hulu berkedudukan di Muaro Masumai Bangko, untuk mengontrol dan mengendalikan para Depati di Kerinci Rendah dan Kerinci Tinggi.
Para depati yang dulunya terpisah-pisah dalam sebuah kampung atau kelompok kecil disatukan dalam pemerintahan yang dibuat oleh Kerajaan kesultanan Jambi, Pemerintahan ini disebut dengan Pemerintahan Depati Empat pemangku lima. di sekitar abad 16 M, Terjadinya perjanjian di Bukit Sitinjau Laut antara Kesultanan Jambi yang diwakili oleh Pangeran Temenggung,Kesultanan Inderapura diwakili oleh Sultan Muhammadsyah dikenal dengan sebutan Tuanku Berdarah Putih dan Alam Kerinci diwakili oleh Depati Rencong Telang dan Depati Rajo Mudo.
Isi Perjanjian tersebut intinya untuk saling menjaga keamanan antar tiga wilayah sebab saat itu banyak para penyamun dan perompak yang berada di jalur perdagangan antara Kerinci-Indrapura maupun Kerinci-Jambi.
Tanjung Tanah adalah sebuah desa tua yang terletak dipingiran danau kerinci sekarang termasuk dalam wilayah Kecamatan Danau Kerinci yang dulunya Pada masa pemerintahan Hindia Belanda 1904-1942 memasukkan desa ini kedalam wilayah administratif Kemendapoan Seleman Kerinci Hilir, desa ini terletak kira-kira 13 Km dari kota sungai penuh, dikelilingi oleh hamparan sawah yang luas dan dikelilingi oleh bukit-bukit barisan, gunung menjulang dan menghijau, tak heran kalau Desa Tanjung Tanah tempo dulu tersohor sebagai lumbungnya padi di Kabupaten Kerinci, dengan jumlah penduduk lebih kurang 6000 jiwa, sekarang desa Tanjung Tanah telah dimekarkan menjadi tiga desa, Tanjung Tanah selaku desa induk, desa Simpang, desa dusun Baru Tanjung Tanah, secara adat disebut tigo luhah Tanjung Tanah, Penduduk tigo luhah Tanjung Tanah rata rata bekerja sebagai petani, nelayan, buruh, pedagang, tukang, peternak sebagian kecil ada yang bekerja sebagai pegawai negeri dan sebagian besar penduduknya memilih berhijrah ke negeri jiran tepatnya di Kampoeng kerinchi Kota Kuala Lumpur Malaysia.
Tanjung tanah tempo dulunya adalah Bumi Undang Selujur Alam Kerinci kerena didesa itulah ditaruhkan atau ditempatkannya Dua Naskah Undang-undang Untuk bumi selujur alam kerinci, Naskah undang-undang itu dibuat bersama oleh pihak kerajaan dan para depati selujur Alam kerinci sebagai alat untuk memerintah,mengatur penduduk alam selujur kerinci seperti yang disebut halaman ke 3-4 naskah Kitab Undang-undang Tanjung tanah KUUTT: [03] Ini anugerah titah Sanghyang Kemitan kepada penguasa di Bumi Kurinci sepanjang Kurinci, beserta hulubalang, para patih, pemuka agama, punggawa, perkampungan pendatang, desa-desa, daerah bawahan, jangan tidak taat [04] kepada dipatinya masing-masing. Barang siapa tidak taat pada dipati didenda dua seperempat tahil.
Naskah yang pertama yang ditaruhkan atau disimpan di tanjung tanah bumi undang selujur alam kerinci adalah Naskah undang-undang yang Dikeluarkan pada Jaman Kerajaan Dharmasraya Malayu Jambi abad 13-14 M (TK.114). yang beraksara paca pallawa atau Malayu Kuno yang ditulis diwaseban dibumi palimbang oleh Kuja Ali Depati atau lebih dikenal Depati Kujo Alai menurut logat penduduk lokal.
Naskah Tanjung Tanah merupakan aturan hukum yang dibuat sekitar 750 tahun yang lalu seperti Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) jaman sekarang yang disusun secara komprehensif.
Naskah Tanjung Tanah berisi ketentuan denda bagi jenis pelanggaran dan menetapkan sanksi administratif untuk menetapkan pembagian denda. Dimana depati mempunyai posisi strategis layak penegak hukum di jaman sekaran, Denda umumnya ditetapkan dengan ukuran emas (kupang, mas, tahil dan kati).
Kitab undang-undang tanjung tanah juga mengatur perihal utang-piutang, khusunya hutang dalam bentuk logam dan berbagai jenis tanaman. Disebutkan bahwa seseorang berhutang emas, perak, kuningan dan perunggu apabila telah ditagih sebanyak tiga kali maka hutang menjadi dua kali lipat. Sedangkan hutang bahan pangan, jika berhutang beras, padi, jawawut, selama dua masa tanam dan masuk ketiga dikembalikan dua kali lipat
Naskah kedua yang ditaruhkan atau disimpan di tanjung tanah bumi undang selujur alam kerinci adalah Naskah undang-undang yang dikeluarkan pada jaman kerajaan kesultanan jambi yang dikeluarkan diantara abad 16-17 M. (TK.115). yang ditulis mengunakan aksara arab melayu ditulis ditanah Sanggaran Agung oleh Depati Mangku Bumi Mengetar Alam.
Naskah itu juga berisi undang-undang yang mengantur seluruh penduduk selujur alam kerinci se isi bumi alam kerinci , dan undang-undang itu juga dibuat oleh pihak kerajaan bersama2 para depati alam kerinci , sepeti disebut pada halaman pertama yang bunyi nya adalah : Ini surat titah Pangeran di dalam undang-undang kepada segala depati di dalam tanah Kerinci tatkala Raden Temenggung dititahkan duli Pangeran naik Kerinci menetapkan hamba ra’yat duli Pangeran hina dina.
Maka datang ke Kerinci maka Raden Temenggung duduk di dalam Sanggaran Agung. Tatkala itulah Raden Temenggung menyurat undang-undang ini. Barang siapa tiada mengikut seperti kata serta yang di dalam undang-undang akan pakaian segala depati yang di tanah Kerinci ini. Inilah bunyinya di dalam undang-undang .Jikalau tiada menurut hukum depati di dalam dendanya duwa tahil sepaha.
Dikarenakan Tanjung Tanah Menyimpan Dua undang undang salah satunya adalah Naskah undang-undang Melayu tertua di dunia, yang ditulis pada abad 13-14 Masehi pada masa pemerintahan kerajaan Dharmasraya malayu Jambi Tentu pada jaman dulu, kebudayaan, kesenian, dan macam-macam peradaban masa lalu pasti berkebang di daerah ini. Tapi kenapa sampai sekarang masyarakat di tanjung tanah “tidak tahu bahwa daerah mereka sangat penting dalam perjalanan sejarah”.
Sampai sekarang tidak ada usaha yang berarti untuk menggali atau membangkitkan kembali kejayaan masa lalu. Apa memang mereka tidak peduli? Jawabannya tentu kembali kepada masyarakat setempat. Mereka butuh keyakinan untuk mampu membangkitkan kembali masa jaya mereka!!!.
Dari keterangan yang ada terlihat bahwa daerah Kedepatian tigo luhah Tanjung Tanah adalah daerah penting dalam pemerintahan Depati IV Alam Kerinci, khususnya di wilayah bumi kedepatian tanjung tanah kemendapoan seleman Kenapa daerah dan jabatan depati yang sangat penting pada zaman pemerintahan Depati IV Alam Kerinci (desa Tanjung Tanah) seolah-olah tidak terjadi apa-apa tentang kejadian masa lalu. Sebagain besar penduduknya tidak mengetahui bahwa dearah mereka adalah salah satu wilayah yang terlibat langsung dengan jalannya pemerintahan Depati IV Alam Kerinci. Seolah-olah tidak ada kebanggaan daerah ini sebagai daerah yang sangat penting dalam perjalanan sejarah Alam Kerinci. (ABR)