Aksara Incung Warisan Peradaban Suku Kerinci
Berita Sungai Penuh, Kerincitime.co.id – Hingga saat ini belum ada satupun pakar dan budayawan di dunia yang dapat memastikan kapan aksara Incung mulai di gunakan oleh masyarakat suku Kerinci, belum ditemukan kepastian awal penggunaan aksara Incung Suku Kerinci ini disebabkan belum ditemukannya bukti bukti yang valid serta kongrit untuk dapat mengungkapkannya, hal yang sama juga terjadi pada berbagai aksara di belahan dunia lain seperti aksara Kanji,(Cina,Jepang dan korea) aksara Pallawa(India),Aksara Arab (Timur Tengah),Aksara Latyn(Eropa) dan berbagai aksara lainnya.
Hal ini dikemukakan Tokoh adat dan Budayawan Alam Kerinci Prof.H.Idris Jakfar,SH Gelar Depati Agung dalam buku nya yang berjudul “Menguak Tabir Prasejarah di Alam Kerinci (Seri Sejarah Kerinci I ),Namun di duga orang suku Kerinci telah menggunakan aksara Incung sejak zaman pemerintahan negara segindo sesudah ditulisnya Prasasti Karang Berahi (686), Dugaan ini cukup beralasan karena bila diamati secara seksama format dan tulisan aksara Incung itu terlihat ada kemiripannya dengan tulisan yang ada dalam prasasti itu.
Oleh karena itu terdapat ada nya kemungkinan bahwa tulian Incung yang dibuat oleh nenek moyang dulu meniru bentuk aksara pallawa pada prasasti Karang Berahi,akan tetapi huruf huruf pada aksara Incung dan cara pengucapannya sangat berbeda dengan tulisan Pallawa, dan Inspirasi membuat tulisan Incung mungkin didasarkan atas pemikiran nenek moyang akan pentingnya untuk mendokumentasikan berbagai peristiwa kemasyarakatan,pemerintahan,sejarah dan berbagai peristiwa yang lainnya yang pernah terjadi agar kelak dikemudian hari dapat diketahui oleh anak cucu dari satu generasi kegenerasi berikutnya.
Pada umumnya catatan bertuliskan aksara Incung yang banyak ditemukan di alam Kerinci menerangkan tentang cerita mengenai Sigindo segindo yang pernah memerintah di alam Kerinci,silsisalah keturunan,mite,legenda dan cerita fiktif, hampir semua Luhah luhah atau kelompok kerabat di alam Kerinci ditemukan pusaka pedandan berua tulisan/aksara Incung mengemukakan tentang silsilah keturunan yag disebut dengan “tutur”atau “Tembo”.Silsilah keturunan ini ditulis dalam bentuk uraian dan bukan dalam bentuk bagan.
Masyarakat suku Kerinci sangat menyadari akan pentingnya ‘Tembo” untuk mengetahui kerabatnya,- sehingga dalam pepatah adat disebutkan” Ilang tuto, ilang saudaro,Ilang Tembo Ilang Pusko”. Tuto artinya pertalian darah dan tembo adalah sejarah dalam konteks hubungan dengan kekerabatan,Sehingga pepatah itu itu mengkiaskan bahwa hilangnya pertalian darah akan menyebabkan hilangnya saudara,dan hilangnya sejarah akan berakibat hilangnya Harta pusaka.
Adapun bahasa yang dipergunakan dalam penulisan naskah adalah bahasa Kerinci kuno yaitu bahasa Lingua Franca suku Kerinci pada masa itu,dan memang terdapat kata kata dan ungkapan yang sulit untuk dimengerti bila dihubungkan dengan bahasa kerinci masa sekarang,apalagi bahasa tersebut tidak menurut dialeg tempatan, akan tetapi manakala disimak dengan cermat dn seksama naskah naskah yang bertuliskan aksara Incung itu maka orang akan dapat menangkap maksud yang terkandung didalamnya,sebab bagaimanapun bahasa Kerinci (Kuno) tersebut merupakan bagian dari bahasa melayu kuno. Pada sisi lain dari naskah naskah bertuliskan itu tidak ditemukan angka untuk bilangan, Tulisan Incung hanya mengenal huruf dan tidak mempunyai angka bilangan,hal inilah yang membuat tidak ditemukan adanya penanggalan ataupun tahun penulisannya. Dengan kemajuan tekhnologi saat ini dengan penelitian dengan test CARBON DATING (C –14 ) dapat ditemukan pertanggalan pada Prasasti ber aksara “INCUNG”.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Petrus Voorhoeve (1941) dan Uli Kuzok (2002) di Desa Tanjung Tanah yang berada diwilayah bekas Kemendapoan Seleman ( sekarang Kecamatan Danau Kerinci,Pen) terdapat Naskah Kuno yang di tulis pada “Daluang “ yang berumur lebih dari 600 Tahun dan masih tersimpan utuh dan dirawat oleh masyarakat adat di Desa Tanjung Tanah.Berdasarkan hasil pemeriksaan Rafter Radiocarbon Laboratory di Welington, dipastikan naskah kuno di Tanjung Tanah telah berusia lebih 6 abad.naskah kuno di Tanjung Tanah berisikan Undang undang, namun naskah di Tanjung Tanah berbeda dengan naskah naskah lainnya, naskah kuno Tanjung Tanah tidak di tulis dengan huruf Jawi , melainkan menggunakan aksara pasca – Palawa yang masih serumpun dengan aksara Jawa kuno,dan naskah kuno ini ditulis di atas “kertas Daluang” bukan kertas Eropa atau kertas Arab
Sumber yang dapat menyingkap Kebudayaan dan Peradaban Kerinci adalah “TAMBO KERINCI” yang di tulis oleh DR.P.VOORHOVE .- disalin dari pusaka pusaka yang dikeramatkan oleh masyarakat Kerinci beraksara “ INCUNG”. Tambo Kerinci beraksara incung Incung ia lah Bahasa Bahasa Melayu Kuno yang tertulis pada tanduk kerbau pada tanduk kambing hutan ,ruas bambu, gading, Kulit Kayu,Para ahli menyebut benda budaya itu sebagai Prasasti Kerinci.
Kelemahan pada Prasasti Kerinci pada tanduk, bambu tidak mencantumkan angka dan tahun pembuatan, namun dengan penelitian dan Test Carbon Dating (C-14) dapat ditentukan pertanggalan pada prasasti ber Aksara Incung.Masyarakat alam Kerinci sejak ber abad abad yang silam telah mengenal aksara yang berbentuk gambar yang merupakan suatu lambang, nada dan irama dari suara manusia yang di jadikan sarana komunikasi antara satu individu dengan individu yang lain maupun dengan masyarakat lainnya.
Sebuah berita, informasi yang terkandung dalam pikiran dan perasaan manusia di sampaikan kepada manusia lainnya berupa tanda, huruf atau gambar yang disebut dengan tulisan.Masyarakat alam Kerinci sejak berabad silam telah mengenal aksara yang disebut dengan “Incung” Kebudayaan ini menunjukkan masyarakat alam Kerinci telah memiliki peradaban yang tinggi pada masa lampau, aksara Incung Kerinci merupakan salah satu dari 4 Aksara yang ada di Pulau Andalas Sumatera.
Mengutip Pernyataan dan Tulisan Depati H.Amiruddin Gusti,( Alm ) Tulisan Kerinci kuno menyebutkan dalam Tambo Kerinci yang disalin oleh DR.P.Vorhoove mengungkapkan hampir disetiap dusun di alam Kerinci ditemui aksara Incung dengan rincian terdapat 87 Aksara Incung yang ditulis pada tanduk kerbau, 24 buah Aksara Incung ditulis pada buluh dua ruas,4buah ditulis pada tabung buluh, 8 buah ditulis pada kertas bergulung, 3 buah pada pecahan daun lontar.Disamping ditulis pada media tersebut, aksara Incung juga ditemui pada kulit kayu, mangkuk, tapak kaki gajah, pada tulang dan pecahan buluh.
Pada sejumlah wilayah adat ditemui aksara Jawa Kuno,yang ditulis pada daun Lontar. aksara Arab Melayu pada kertas.Aksara aksara tersebut sebahagian besar memuat/menulis tentang Undang undang adat,hubungan diplomatik dengan Indrapura,Jambi dan Palembang.Sebahagian besar dari peninggalan budaya aksara Incung tersebut disimpan disejumlah rumah gedang ( rumah Adat = warisan turun temurun ) dan dijadikan sebagai benda benda pusaka oleh masyarakat adat setempat. Benda budaya termasuk aksara Incung yang ditulis pada Tanduk, Buluh dua ruas,Tapak Gajah.dll. diturunkan dan diperlihatkan kepada anggota keturunan masyarakat adat di Dusun / Luhah / Laheik Jajou (pemukiman masyarakat adat yang berlarik larik ) pada saat dilaksanakan acara kenduri adat ( Kenduri Sko= Kenduri Pusaka ) yang dilaksanakan setiap 5-10 tahun.
Aksara Incung mengalami masa kemunduran seiring dengan masuk dan berkembangnya aksara Arab Melayu yang dipelajari dan digunakan masyarakat Alam Kerinci setelah masuk dan berkembangnya Agama Islam.H.Abdul Kadir Djamil Gelar Depati Simpan Negeri.telah menggali dan mengembangkan aksara Incung Kerinci yang nyaris punah.Beberapa orang pemerhati kebudayaan mendapatkan pengetahuan aksara Incung dari Haji Abdul Kadir Djamil. Termasuk Iskandar Zakaria juga mempelajari dan mencontoh aksara Incung yang diperkenalkan oleh H.Abdul Kadir Djamil.
H.Abdul Kadir Djamil pada zamannya di kenal sebagai sosok tokoh budayawan alam Kerinci yang Fenomenal, pemahaman dan pengetahuannya tentang kebudayaan dan adat alam Kerinci membuat sosok kharismatik ini dikenal luas oleh ilmuawan dan sejarahwan mancanegara dan nasional, Referensinya menjadi bahan rujukan bagi kalangan ilmuawan yang meneliti tentang sejarah kebudayaan dan peradaban alam Kerinci, pada saat Konggres Rakyat Kerinci 25 – 27 Januari 1957 di Kota Sungai Penuh yang menuntut terwujudnya Otonomi Kerinci dalam daerah Propinsi Jambi,beliau merupakan salah satu dari 7 orang Tim perumus hasil konggres, ketujuh orang tim Perumus itu adalah H. Muchtaruddin, H.Abdul Kadir Djamil, H.Djanan Thaib Bakri, M.Yahu.Idris Djakfar,SH. H.Usman Djamal dan Dasiba
Diakui banyak pihak bahwa sejumlah ilmuawan khususnya dari negara Belanda dan sejumlah peneliti dari Eropa dan Asia telah melakukan penelitian tentang aksara tulisan Incung. Tahun 1834, Marsden menerbitkan buku aksara Incung Kerinci, Tahun 1916 E.Jacobson menyalin sejumlah naskah Incung yang di tulis pada tanduk kerbau dan kertas.Sejumlah ilmuan dari manca negara dan dari sejumlah perguruan tinggi di nusantara melakukan penelitian terhadap sejumlah aksara yang tumbuh dan berkembang di alam Kerinci termasuk tulisan Incung.
Prof. Dr.H .Amir Hakim Usman,MA (Alm) dan Depati H.Amirudin Gusti-Alm ( Padang 1993-Sungai Penuh 10-2010) mengemukakan, aksara Incung Kerinci telah di seminarkan di Kota Jambi pada tanggal 29 Februari 1992 dengan mendatangkan pakar aksara kuno dari Depdikbud RI, Ilmuan , Tokoh adat / Budayawan.Seminar yang dibuka oleh Gubernur Jambi Drs.H.Abdurahman Sayoeti itu telah berhasil merumuskan 6 butir rumusan hasil seminar aksara Kerinci Daerah Jambi.
Salah satu dari rumusan hasil Seminar Aksara Kerinci Daerah Jambi menyebutkan Aksara Incung Daerah Jambi perlu di lestarikan, difungsikan dan ditumbuh kembangkan sebagai sarana kebudayaan daerah Jambi di samping kebudayaan lainnya.-
Setelah lebih 20 tahun di seminarkan hingga saat ini pemerintah Propinsi Jambi – Pemerintah Kabupaten Kerinci dan Pemerintah Kota Sungai Penuh belum menindak lanjuti rumusan hasil seminar aksara Kerinci Daerah Jambi. Dilain pihak sebahagian besar dari pakar Incung di Propinsi Jambi saat ini telah memasuki usia manula dan renta, dikhawatirkan manakala aksara Incung tidak segera di lestarikan dan di tumbuh kembangkan akan terjadi kepunahan.
terakkhir pada agustus 2010 Lembaga Bina Potensia Aditya Mahatva Yodha dan penggagas Forum Seniman Budayawan Muda ( FORSAYADA) Kota Sungai Penuh dan Kabupaten Kerinci memprakarsai acara”Kenduri Cinta “ Temu Dialog Seniman dan Budayawan yang dilaksanakan tanggal 09 Agustus 2010 di gedung nasional Kota Sungai Penuh.merekomendasikan beberapa kesimpulan hasil temu dialog yang bertajuk “ Kenduri Cinta ”,Salah satu kesimpulan hasil temu dialog Seniman dan Budayawan adalah : menumbuh kembangkan kembali aksara Incung Kerinci Daerah Jambi dan menghimbau agar Pemerintah Kabupaten-Kota dan DPRD untuk menerbitkan Peraturan Daerah dan menjadikan aksara Incung sebagai mata pelajaran kurikulum muatan lokal yang diajarkan dan di kembangkan kepada peserta didik pada Lembaga Pendidikan Formal dan Informal di Propinsi Jambi khususnya di Kota Sungai Penuh dan Kabupaten Kerinci.(budhi)