Sanggar Seni Incung Gelar Dialog Lingkungan dan Budaya
Kerincitime.co.id, Sungai Penuh – Sebagai wujud kepedulian terhadap lingkungan dan kebudayaan minggu 23 maret 2014 yang lalu 45 orang anggota sanggar seni Incung (Sarung) Kota Sungai Penuh dan Kabupaten Kerinci bekerja sama dengan sejumlah aktifis pecinta alam dan Lembaga tumbuh alami menggelar temu dialog lingkungan dan kebudayaan.
Temu Dialog difasilitas Budhi VJ Rio Temenggung Direktur Eksekutif Lembaga Bina Potensia Aditya Mahatva Yodha /Pembina Sanggar Seni Incung dengan mengundang pembicara utama HJ.Emma Fatma dihadiri peneliti uhang pandak dari Inggeris Debby martier
Direktur Lembaga Tumbuh Alami Hj.Emma Fatma mengemukakan, sejak masa lampau masyarakat suku Kerinci yang saat ini terdiri dari dua daerah otonum Kota Sungai Penuh dan Kabupaten Kerinci telah dikenal sebagai masyarakat adat yang memiliki kearifan lokal dan sebagian masih bertahan hingga saat ini.
Dimasa lalu hampir dalam setiap aktifitas keseharian masyarakat di daerah ini selaku dekat dengan alam, alam dan lingkungan merupakan sumber kehidupan masyarakat ,bahkan dimasa lalu untuk upacara pengobatan yang dilakukan melalui serangkaian upacara tari purba yang disebut” tari Asyek” selalu berkaitan dengan alam, bahan bahan obat tradisional sebagian besar memanfaatkan tanaman tumbuh alami di belantara hutan yang ada di sekitar lingkunga masyarakat setempat.
Menurut HJ. Emma Fatma – Mantan aktiis Lembaga WWF dimasa lalu tari asyeik dan tolak bala merupakan sebuah tarian purba yang telah tumbuh sejak zaman purba,tarian ini telah ada saat nenek moyang suku Kerinci( Kota Sungai Penuh dan Kabupaten Kerinci) menganut kepercayaan animisme, dinamisme dan tarian ini merupakan sebuah tradisi megalitik yang masih menganut kepercayaan kepada roh roh nenek moyang masyarakat pada masa prasejarah.
Bahan bahan untuk pengobatan yang dilakukan melalui ritua tari asyek memanfaatkan bahan obatan herbal dari alam yang saat itu masih lestari,dan saat ini dunia medis kembali menganjurkan bahan obat obatan agar memanfaatkan tanaman alami yang ada di hutan hutan adat milik masyarakat adat setempat.
Direktur Eksekutif Lembaga Bina Potensia /Pembina Sanggar seni Incung Budhi VJ Rio Temenggung menyebutkan bahwa untuk melakukan upacara ritual tari asyek ini menggunakan perlengkapan i berupa sesajian berupa nasi putih, lepat, nasi kuning, nasi hitam, lemang,bunga tujuh warna, warna Sembilan ,limau tujuh macam,telur ayam rebus,benang tiga warna, sedangkan peralatan yang digunakan antara lain aria pinang, keris, kain tenunan kerinci, cembung putih, Piring putih, dalam sesajian harus ada satu ekor ayam hitam atau ayam putih, ayam panggang dan kelapa tumbuh.
Acara tari Asyek dilakukan pada malam hati mulai pukul 20.00 Wib hingga dini hari (pukul 04.30) Dengan ritual yang dilakukan beberapa episode yakni acara ”Nyerau” atau “Nyaho”, ”masouk bumoi”, ”,mujoi gureu”, ”Mintoak berkeh“ (minta Berkah) dan ”mageih sajin” (memberikan sesajian).
Ritual Asyek pada masa lampau berlansung selama satu minggu, bergbagai persiapan dilakukan oleh dukun atau “Bilan Salih” ,orang yang berobat ( keluarganya ) .Upacara selama satu minggu disebut ”Marcok ” pada tingkatan proses akhir roh roh nenek moyang akan memasuk i sukma pengunjung atau orang yang berobat ,saat roh roh nenek moyang memasuki jiwa tubuh mereka menjadi ringan mereka dapat memanjat batang bambu,menari diatas pecahan kaca.
Sebelum tarian asyek dilakukan, pihak penyelenggara, khususnya keluarga yang datang meminta obat atau yang mempunyai hajat mempersiapkan semua kebutuhan untuk upacara tradisional tari Asyek, para wanita biasanya mempersiapkan aneka bunga bunga dan sesajian yang diperlukan untuk acara itu, kebutuhan aneka dedaunan-tumbuh tumbuhan diperoleh dari hutan atau daerah perladangan disekitar dusun,,dedaunan dan bunga bunga yang diperoleh dari hutan itu diserahkan kepada tetua adat atau dukun yang menyelenggarakan upcara ritual ,bunga bunga dan dedaunan itu itu disusun menjadi pupuh, dan sebelumnya pihak warga telah mempersiapkan “Gelanggang” tempat pusat kegiatan ritual dilaksanakan,bunga bunga dan dedaunan serta aneka manakan seperti Lemang ulu nasi putih dan ulu masakan (gulai) juga dipersiapkan untuk menjadi “Jambe” atau sesajian .
Setelah upacara pengobatan atau hajat selesai dilaksanakan dilanjutkan dengan tari Asyek yang merupakan ritual puncak pada acara ritual tradisional alam Kerinci merupakan suatu persembahan yang dilaksanakan dengan menyediakan sesajian, sedangkan mantera yang dibacakan (dilantunkan secara lisan) dilakukan secara berirama dengan gerak gerik yang dilakukan sangat sederhana namun penuh ritme ritme dengan peresepan yang dihubungkan dengan arti Mantera yang diucapkan
Penyebaran tarian Asyek ini diwilayah Kota Sungai Penuh antara lain masih terapat di Koto Lolo,Koto Bento, Koto tengah,Dusun Empih, kelurahan Sungai Penuh,Pondok tinggi,Dusun Baru dan sekitarnya. Tarian ini juga berkembang di kawasan masyarakat adat Tigo Luhah tanah sekudung Kecamatan Siulak ,Masyarakat Tigo Luhah Semurup,masyarakatvpersekutuan adat Kubang dan wilayah Desa Semerah dan Pondok Beringin Kecamatan Sitinjau Laut Kabupaten Kerinci. (Budhi)