opini

Operasi Senyap Meredam Aksi Mahasiswa (I)

Upaya simultan berlangsung untuk menghambat demo 11 April: mendatangi rumah orang tua demonstran, meretas akun mahasiswa  menawari uang, menyambangi kampus, dan menggiring isu di medsos.

Dua lelaki mendatangi rumah Luthfi Yufrizal di Lampung, Minggu sore (10/4) lalu. Mereka diterima oleh orang tua Luthfi. Kedua pria itu memperkenalkan diri sebagai “orang PLN”. Orang tua Luthfi percaya, sebab Luthfi merupakan mahasiswa di Institut Teknologi PLN, Jakarta.

Tanpa banyak basa-basi, dua lelaki “PLN” itu meminta agar orang tua Luthfi memperingatkan anak mereka untuk tidak mengikuti aksi demonstrasi mahasiswa esok harinya, Senin 11 April 2022 lalu.

Peringatan yang diterima Luthfi itu tak lepas dari posisinya di kampus sebagai Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Institut Teknologi PLN—posisi yang ia emban sejak September 2021. Tak cuma itu, Luthfi juga merupakan Koordinator Media BEM Seluruh Indonesia (BEM SI).

BEM SI adalah penggagas aksi demo nasional 11 April. BEM SI sendiri ialah wadah aliansi berbagai BEM yang berdiri pada 24 Desember 2007 di Bogor. Ada sekitar 30 BEM dari berbagai kampus yang tergabung di dalamnya, di antaranya Institut Pertanian Bogor, Universitas Negeri Jakarta, Universitas Diponegoro, Universitas Jenderal Soedirman, Universitas Andalas, Universitas Riau, Universitas Hasanuddin, dan Universitas Lampung.

Peran aktif Luthfi di BEM SI tersebut rupanya diam-diam diperhatikan, sampai-sampai orang tuanya didatangi.

“Orang tua saya telepon, bilang ada yang datang ke rumah, ngakunya orang PLN. [Pesannya], ‘Tolong bilang ke Luthfi jangan turun aksi,’” kata Luthfi kepada kumparan, Kamis (14/4) lalu.

Berdasarkan penelusuran kumparan, ada empat upaya untuk meredam aksi demonstrasi mahasiswa, yakni dengan menggiring isu di media sosial, meretas akun perpesanan dan medsos, mendatangi kampus, dan mengiming-imingi BEM dengan uang. Keempat operasi tersebut berlangsung simultan.

Sumber kumparan di lingkaran penegak hukum pun menyebut terdapat operasi sebelum 11 April agar jumlah massa aksi bisa ditekan seminimal mungkin.

Mereka yang mengalami peretasan, misalnya, Ketua BEM UNJ Ahmad Syauqy Baihaqy dan Koordinator Pusat BEM SI Kaharuddin. Beberapa hari sebelum 11 April, akun WhatsApp dan Instagram Kaharuddin mendadak tak bisa diakses. Akun IG-nya dibajak dan dipakai untuk menyampaikan pesan palsu bahwa aksi 11 April dibatalkan karena situasi masih pandemi.

Upaya peretasan juga menyasar Luthfi selaku Ketua BEM IT PLN. Akun medsosnya hendak diretas, namun gagal. Sementara akun Instagram kawan Luthfi berhasil diretas.

“[Peretas] membuat postingan atas nama Presiden Mahasiswa IT PLN, [mengatakan] aksi 11 April dibatalkan karena pandemi dan Ramadan. Mengatasnamakan saya tapi pakai akun orang lain,” tutur Luthfi.

Secara terpisah, Ketua BEM IPB Yuza Augusti mengatakan bahwa salah satu anggotanya di BEM IPB pun terkena peretasan. Akun WhatsApp rekan Yuza itu diretas setelah dia mencantumkan nomor ponsel pada surat pemberitahuan aksi ke Polda Metro Jaya.

Menurut sumber kumparan, selain cara “kasar” dengan peretasan, ada pula penyusupan ke grup-grup WhatsApp para demonstran. Dengan demikian, si penyusup dapat memantau informasi yang diperbincangkan dalam grup tersebut guna mengantisipasi pergerakan massa.

Namun, Yuza merasa sejauh ini grup WhatsApp BEM SI maupun BEM IPB masih aman. Ia menjamin semua anggota grup tersebut adalah mahasiswa.

Pun begitu, bukan berarti para mahasiswa itu bebas dari pantauan, sebab kampus-kampus mereka didatangi aparat menjelang aksi 11 April. Di Institut Teknologi PLN, misalnya, Luthfi menyebut paling tidak ada lima polisi intel yang terlihat setiap hari mulai 28 Maret sampai 11 April.

“Intel berkeliaran terus di sini [IT PLN], memantau apakah ada konsolidasi internal [terkait aksi],” kata Luthfi.

Ia bahkan ditemui langsung oleh beberapa polisi intel itu. Mereka mengajak buka puasa bersama guna membujuknya mengurungkan aksi 11 April.

“Diajak bukber, silaturahmi. Tapi saya tolak semua,” kata Luthfi.

Hal serupa terjadi di IPB. Yuza mengatakan, beberapa hari sebelum 11 April, ia dihubungi orang yang ternyata merupakan intel Polres Bogor. Intel tersebut menanyakan apakah BEM IPB mengikuti aksi 11 April, menyusul tawaran bertemu untuk ngopi-ngopi.

Yuza dan empat rekannya dari BEM IPB pun menemui intel tersebut di sebuah tempat ngopi di luar kampus. Dalam pertemuan itu, mereka lebih banyak mengobrol soal rencana IPB mengikuti aksi 11 April. Polisi intel itu menanyakan estimasi massa dari IPB yang bakal ikut aksi, moda transportasi yang mereka gunakan, hingga titik kumpul mereka.

“Saya waktu itu jawab [massa] di bawah 100 orang, paling 70-80 orang karena belum konsolidasi,” cerita Yuza kepada kumparan.

Mula-mula, sebelum 11 April, intel tersebut hanya berkoordinasi via telepon. Namun pada hari H pelaksanaan aksi, ia bertandang langsung ke IPB untuk melihat sendiri jumlah pasti mahasiswa yang ikut aksi. Saat itu jumlahnya mencapai 300 orang.

Namun, menurut Yuza, tak pernah ada permintaan untuk mengurungkan aksi demonstrasi dari intel tersebut. “Dia bilang enggak akan menahan mahasiswa untuk aksi, tapi untuk mengamankan.”

Yuza menjelaskan, BEM IPB selalu menjalin kerja sama dengan intel pada tiap periode, termasuk sebelum ia menjabat. Oleh sebab itu ia bersikap terbuka kepada intel yang menghubungi, sebab BEM IPB memang butuh pengamanan untuk 300 mahasiswa IPB yang ikut aksi.

“Mereka butuh info, kami kasih, dari jumlah massa, titik kumpul, titik aksi.”

Di sisi lain, terdapat indikasi penggembosan aksi mahasiswa oleh aparat melalui penawaran sejumlah uang. Menurut sumber kumparan di kalangan penegak hukum, anggaran untuk meredam aksi memang tersedia bila ada rencana unjuk rasa besar. Namun, tak semua mahasiswa menerima tawaran duit tersebut.

Tawaran uang, menurut sumber kumparan yang lain, salah satunya menyasar sebuah kampus di Bekasi. Menurutnya, Ketua BEM kampus itu menerima sekitar Rp 15 juta untuk tidak mengikuti aksi 11 April.

Upaya “membeli” suara mahasiswa itu tak ditampik oleh BEM SI. Yuza pun mendengar desas-desus soal itu.

“Kalau iming-iming untuk bisa dibayar ada, tapi untuk menjaga idealisme ya harus ditahan [ditolak],” kata Yuza.

Upaya penggembosan juga terjadi melalui penggiringan isu di medsos dengan munculnya tagar #TurunkanJokowi dan #GoodbyeJokowi. Kedua tagar tersebut digaungkan untuk mengikis simpati publik terhadap aksi mahasiswa dan menimbulkan ketidakpercayaan terhadap mereka.

Padahal, mahasiswa tidak mengusung isu tersebut dalam tuntutan mereka. Yang mereka suarakan adalah penolakan penundaan pemilu dan penolakan masa jabatan presiden 3 periode.

“Kami tidak pernah berpikir untuk menggulingkan kabinet. Itu disrupsi bagi aksi murni mahasiswa,” kata Yuza.

Tagar #TurunkanJokowi dan #GoodbyeJokowi pertama kali muncul di Twitter pada 4 April. Berdasarkan analisa Drone Emprit, sistem monitoring medsos berbasis teknologi big data, terdapat 24.700 percakapan di Twitter yang menggunakan kedua tagar tersebut.

Akun-akun yang mencuit tagar itu dan banyak di-reply yakni @cybsquad_, @Android_AK_47, @abu_waras, @akunkelima212, dan @PecanduKretek. Mereka menyebar ketakutan bahwa aksi 11 April akan berlangsung mengerikan sehingga Jakarta harus ditutup.

Pencipta aplikasi Drone Emprit, Ismail Fahmi, menyatakan bahwa dari analisis bot, postingan dengan dua tagar di atas terindikasi tidak natural karena mayoritas dicuitkan oleh akun bot. Ia menduga tagar tersebut berasal dari pihak yang berniat menunggangi demo mahasiswa.

Terlepas dari upaya-upaya untuk meredam demonstrasi mahasiswa, aksi 11 April tetap berjalan dengan diikuti seribuan mahasiswa dari berbagai kampus. Menurut sumber kumparan di lingkup penegak hukum, upaya penggembosan memang tidak pernah 100 persen berhasil.

Luthfi tak heran. “Bagaimanapun digembosinya, mahasiswa tetap maju terus.”

Bila tak digembosi, jumlah massa diyakini Luthfi bakal lebih banyak. Pada aksi 11 April, beberapa kampus besar tak ikut turun meski memiliki aspirasi sama, yakni menolak perpanjangan jabatan presiden. Kampus-kampus yang abstain itu antara lain UI, Unpad, ITB, dan UGM.

BEM UI absen lantaran tak tergabung dalam aliansi BEM SI. BEM UI yang menginisiasi Aliansi Mahasiswa Indonesia (AMI) baru menggelar aksi pada 21 April mendatang. Sedangkan BEM UGM memfokuskan aksi di Yogyakarta.

“Kami fokus mengaktivasi elemen masyarakat di daerah,” ujar Ketua BEM UGM Muhammad Khalid.

Sebelum sampai pada aksi demo 11 April, BEM SI terlebih dahulu mengkaji berbagai masalah seperti kelangkaan minyak goreng dan lonjakan harganya, serta wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden hingga 3 periode.

Akhir Februari 2022, BEM SI melakukan koordinasi online. Dalam konsolidasi itu, Koordinator Pusat BEM SI, Kaharuddin, mengajak aliansi BEM untuk menggelar aksi nasional setelah hampir dua tahun terakhir mereka “mati suri” karena pandemi COVID-19.

Belum ada lagi unjuk rasa mahasiswa dalam jumlah besar setelah demo tolak revisi UU KPK-RKUHP pada September 2019 dan demo tolak Omnibus Law UU Cipta Kerja pada Oktober 2020.

“Kami sepakat tanggal 28 Maret aksi. Intinya untuk memantik mahasiswa karena tuntutan isu sudah banyak tapi [pemerintah] diam-diam saja. Harus ada aksi nasional yang tidak cuma membawa satu isu,” ujar Yuza.

Pada 28 Maret, BEM SI menggelar aksi di Patung Kuda, Monas, Jakarta Pusat. Mereka membawa sederet tuntutan: mendesak Jokowi menolak penundaan pemilu atau perpanjangan jabatan 3 periode; mendesak Jokowi menunda dan mengkaji ulang IKN; mendesak Jokowi untuk menstabilkan harga dan menjaga ketersediaan bahan pokok; mendesak Jokowi mengusut tuntas mafia minyak goreng; serta mendesak Jokowi menuntaskan janji-janji kampanye.

Dalam aksi 28 Maret itu, para mahasiswa ditemui Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, Wendy Tuturoong. Kepada Wendy, BEM SI menyerahkan hasil kajian atas 6 tuntutan mereka dan meminta jawaban dalam 14 hari. Jika tidak, BEM SI akan menggelar aksi lebih besar.

Sembari menunggu jawaban Istana dalam waktu 14 hari itu, berbagai elemen mahasiswa menggelar aksi di sejumlah lokasi. Mereka utamanya menolak perpanjangan jabatan presiden.

Pada 1 April, misalnya, Aliansi Mahasiswa Indonesia menggelar aksi di Simpang Harmoni, Jakarta Pusat. Lalu pada 8-9 April, aliansi BEM di berbagai daerah menggelar aksi serupa, semisal BEM se-Bogor berdemo di Istana Bogor dan BEM se-DIY berunjuk rasa di Titik Nol Kilometer Jogja. Kemudian pada 10 April, AMI kembali berdemo di Patung Kuda.

“Aksi di daerah diharapkan lebih melebur dan melibatkan aspirasi masyarakat secara langsung,” ucap Khalid, Ketua BEM UGM.

Pada 10 April itu, Jokowi menggelar sidang kabinet terbatas dan menegaskan pemilu tetap berlangsung 14 Februari 2024.

“Jangan sampai muncul spekulasi di masyarakat bahwa pemerintah tengah berupaya untuk melakukan penundaan pemilu atau perpanjangan jabatan presiden dan juga berkaitan dengan 3 periode,” kata Jokowi, malam harinya.

Ucapan itu tak membuat aksi 11 April batal digelar. BEM SI tetap turun ke jalan lantaran tak sepenuhnya percaya dengan pernyataan Jokowi.

“Kami butuh bukti konkret, bukan hanya kata-kata. Karena kami tahu [dulu] beliau waktu jadi Wali Kota Solo [bilang] tidak mau jadi presiden, tapi akhirnya jadi presiden,” ucap Luthfi.

Dalam rencana awal, aksi 11 April digelar di Istana Negara. Namun, saat perwakilan BEM SI mengajukan surat pemberitahuan demo ke Polda Metro Jaya, ternyata sudah ada 10 aliansi lebih yang akan menggelar aksi di Istana Negara.

Maka demi menjaga keamanan dan kemurnian aksi mahasiswa agar tak disusupi, BEM SI mengubah lokasi demo di depan Gedung MPR/DPR, dengan alasan: DPR adalah pihak yang memiliki kewenangan untuk mengubah konstitusi—bila masa jabatan presiden benar-benar akan diperpanjang.

Pada hari H, BEM SI mulai memadati depan gedung DPR sekitar pukul 13.00 WIB. Sebelumnya massa lebih dulu berkumpul di depan TVRI. Selain 6 tuntutan yang sudah sering mereka suarakan, ada 4 tuntutan tambahan untuk DPR.

Pertama, mendesak wakil rakyat untuk mendengarkan dan menyampaikan aspirasi rakyat, bukan aspirasi partai. Kedua, mendesak wakil rakyat untuk menjemput aspirasi rakyat sesuai aksi massa di berbagai daerah dari 28 Maret sampai 11 April 2022. Ketiga, mendesak wakil rakyat untuk tidak mengkhianati konstitusi negara dengan bersikap tegas menolak penundaan pemilu atau 3 periode. Keempat, mendesak wakil rakyat untuk menyampaikan kajian dan 18 tuntutan mahasiswa kepada presiden yang belum terjawab.

Dalam aksi demo, para mahasiswa ditemui tiga Wakil Ketua DPR, yakni Sufmi Dasco Ahmad, Rachmat Gobel, dan Lodewijk Freidrich Paulus. Bersama mereka, turut pula Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

Di atas mobil komando mahasiswa, Dasco menegaskan parlemen tidak akan mengamandemen UUD hanya untuk memperpanjang masa jabatan presiden.

“DPR RI dan MPR RI bersepakat bahwa proses yang tidak konstitusional tidak akan dijalankan,” seru Dasco.

Sekitar pukul 15.30 setelah tuntutan mereka diterima DPR, massa BEM SI pun membubarkan diri.

“Kami apresiasi Pak Jokowi tegas menyebut pemilu tetap 2024, tetapi mahasiswa tidak akan pernah surut menyuarakan penolakan penundaan pemilu sampai pemilunya terjadi.”

– Yuza Augusti, Ketua BEM IPB

Sumber: Kumparan.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Back to top button