Pandemi Corona dan Ancaman Krisis di Depan Mata
Kerincitime.co.id,Berita Jakarta –Â Pandemi Covid-19 memukul banyak sektor perekonomian, mulai dari sektor pariwisata hingga penerbangan. Efek domino dari pandemi ini terus berlangsung, bahkan menyebabkan terjadinya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK).
Direktur Eksekutif Indonesia Watch for Democracy, Endang Tirtana mengatakan, pemerintah masih belum mengantisipasi akan ancaman krisis pangan seperti yang telah diperingatkan Badan Pangan Dunia (FAO). Akibat lockdown, pergerakan manusia jadi terbatas, berdampak pada berkurangnya buruh tani migran yang diperlukan pada saat musim panen.
“Distribusi pangan juga terganggu karena kendala pengiriman sehingga harga-harga jadi membengkak. Indonesia sendiri masih bergantung pada impor sejumlah komoditas pangan. Dari beras, gula, bawang putih, hingga daging sapi dan kerbau masih harus diimpor untuk menutup kekurangan produksi oleh petani dan peternak lokal,” katanya saat dihubungi Merdeka.com, Rabu (29/4) kemaren.
Dia mengungkapkan, yang menjadi masalah saat ini adalah negara-negara penghasil beras seperti Vietnam dan Thailand kini membatasi ekspor dengan memprioritaskan kebutuhan dalam negeri.
Benar saja, Presiden Jokowi akhirnya mendapati sederet komoditas kebutuhan pokok masih terjadi defisit di beberapa provinsi. Seperti stok beras ternyata defisit di 7 provinsi, stok jagung terjadi defisit di 11 provinsi, stok cabai besar defisit di 23 provinsi, stok cabai rawit defisit di 19 provinsi.
Selain itu stok untuk gula pasir juga diperkirakan defisit di 30 provinsi. Lalu stok bawang putih juga diperkirakan defisit di 31 provinsi. Hanya stok untuk minyak goreng yang diperkirakan cukup untuk 34 provinsi.
Selain itu, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ditambah dengan larangan mudik telah berdampak pada hilangnya mata pencaharian banyak warga. Endang mengungkapkan, sebagian orang terpaksa tidur menggelandang di trotoar karena tidak bisa membayar sewa kontrakan setelah kehilangan pekerjaan.
Dia mengutip pernyataan mantan wakil presiden Jusuf Kalla yang mewanti-wanti pandemi bisa berubah dari krisis kesehatan menjadi krisis keamanan. Jika dalam dua bulan persoalan corona belum terselesaikan.
“Dikhawatirkan imbasnya terhadap perekonomian bisa berujung pada gangguan keamanan. Pola kerusuhan 1998 bisa terulang kembali dari gelombang kriminalitas akibat Corona,” terangnya.
Ini semakin mengkhawatirkan kala muncul wacana penerapan darurat sipil jika dikhawatirkan situasi makin memburuk. Beredar pula graffiti ‘sudah krisis, saatnya membakar’ yang ditengarai sebagai upaya provokasi untuk melakukan penjarahan.
“Untungnya polisi bergerak cepat menangkapi orang-orang yang diindikasi jaringan kelompok anarko-sindikalis. Bayang-bayang krisis 1998 masih menghantui banyak orang. Gejolak moneter menyerang sejumlah negara yang perekonomiannya rentan, terutama Thailand, Korea Selatan, dan Indonesia,” ungkap Endang.
Terbukti, Kapolda Metro Jaya, Irjen Nana Sudjana menyebut, terjadi peningkatan kasus kriminalitas di wilayah hukumnya selama diberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Angkanya mencapai 10 persen.
Bentuk kriminalitas yang terjadi, didominasi kasus pencurian. Lebih banyak kasus ini itu antara lain pencurian dan kekerasan, pencurian dengan pemberatan. Kemudian curanmor dan kasus narkoba serta satu lagi masalah penipuan. Sepanjang Maret hingga April, ada 17 kasusnya itu bentuknya curas maupun curat terhadap 17 TKP minimarket yang ada di wilayah hukum Polda Metro Jaya.
Endang juga melihat niat pemerintah mengucurkan stimulus ekonomi mencapai Rp 405 triliun dibayangi pula dengan sentimen politik. Payung hukum Perppu 1/2020 yang memberi kekebalan hukum kepada Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) digugat sejumlah tokoh, mengingatkan pada skandal Century saat krisis 2008 yang terjadi pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.
“Pada akhirnya pemerintah tidak bisa berjalan sendiri. Solidaritas dan gotong-royong sebagai semangat bangsa sejak nenek moyang harus dihidupkan kembali. Indonesia telah melalui banyak rangkaian krisis ekonomi dan politik, dan mampu bertahan hingga saat ini. Wabah corona akan menjadi catatan baru sejarah Republik, setelah sebelumnya pernah dihantam flu Spanyol pada 1918,” tutupnya, dikutip dari laman Merdeka.com. (Irw)