Kerincitime.co.id, JAMBI – Sejak kehadiran anak dari perusahaan besar Sinarmas, yakni PT Wira Karya Sakti (WKS) di Provinsi Jambi disinyalir telah menimbulkan banyak masalah. Khususnya terkait konflik sosial dalam pengeloalaan Sumber Daya Alam (SDA). Sengketa pengelolaan atas tanah sebagai sarana tata produksi dan tata kelola masyarakat kaum tani kini terus bergejolak. PT WKS disebut sebagai “biang kerok” persoalan sengketa tersebut.
Kini masyarakat sulit memperoleh lahan untuk menjalani dan meneruskan mata rantai dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan demi kelangsungan kehidupan. Adanya kesenjangan sosial yang mengakibatkan pengangguran dan kemiskinan petani yang dulunya memiliki lahan garapan, namun saat ini para petani tidak lagi memiliki lahan garapan.
Kini masalah itu telah dilaporkan oleh masyarakat kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jambi. Selain itu, dengan data yang cukup kuat mereka juga membeberkan masalah tersebut kepada media cetak untuk memberikan informasi kepada seluruh masyarakat dan Pemerintah Provinsi Jambi.
Dari pihak Kejati Jambi sendiri, saat ini tengah menyelidiki kasus dugaan penyerobotan lahan yang dilakukan oleh PT WKS di Kabupaten Batanghari, seluas 2.000 hektare di luar konsesi atau diluar izin Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) tersebut.
Dalam penyelidikannya, Kejati Jambi telah memanggil beberapa orang terkait persoalan itu yakni Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, Irmansyah Rachman dan beberapa staf lainnya untuk menjelaskan terkait konsensi yang dimiliki oleh PT WKS tersebut.
Asisiten Tindak Pidanan Khususu (Aspidsus) Mayroby mengatakan, Kadishut Provinsi Jambi diperiksa dan dimintai keterangannya oleh pihak kejaksaan. Pemeriksaannya dilakukan Rabu pekan lalu selama tiga jam setengah, yang dimulai dari pukul 13.30 WIB sampai sekitar pukul 17.00 WIB.
“Kadishut hari ini diperiksa. Dia dimintai keterangan terkait status tanah 2.000 hektare, yang kemarin dilaporkan masyarakat,” ujar Masyrobi.
Namun, masalah keterangannya selanjutnya apakah lahan yang digarap oleh PT WKS itu ada yang berada di luar konsensi belum dijelaskan secara detail. Namun dikatakan Masyrobi, selain status lahan, Kadishut Provinsi Jambi ini dimintakan keterangan terkait hasil dan pengelolaan lahan. “Kalau itu di luar izin, harus dikembalikan ke negara,” ujarnya.
Untuk pemeriksaannya, Kadishut Provinsi Jambi ini diperiksa di ruangan Kepala Seksi Penyidikan (Kasidik) mengenakan baju PNS cokelat. Dia dimintai keterangannya tentang status lahan dahulu. Setelah itu, apabila memang terjadi pelanggaran akan telusuri tentang dana reboisasi dan pelanggaran-pelanggaran lain yang mengakibatkan kerugian negara.
Sebelumnya hal ini juga pernah dikatakatan oleh Kepala Kejati Jambi Syaifuddin Kasim. Kejati Jambi akan menyelidiki kasus dugaan penyerobotan atau pembalakan hutan di luar izin HPHTI yang diberikan oleh Kementerian Kehutanan RI, seluas 2.000 hektare yang dilakukan oleh PT WKS di Kabupaten Batanghari.
Kemudian, pihak Penyelidik Kejati Jambi juga telah melakukan koordinasi kepada pihak Polda Jambi, terkait penanganan kasus tersebut agar tidak terjadi tumpang tindih.
“Masalah PT WKS belum ditangani Polda, berarti penyelidikannya kita lanjutkan,” kata Kajati Jambi Syaifuddi Kasim.
Dia juga mengatakan, bahwa penyelidik telah memanggil dua dinas yang bersangkutan terkait kasus tersebut, yakni Dinas Perkebunan dan Kehutanan Provinsi Jambi pada Jumat (28/12/13) lalu. Namun panggilan tersebut belum diindahkan oleh dua kepala SKPD tersebut dikarenakan belum adanya di posisi dari gubernur untuk memenuhi panggilan.
Kemudian dengan alasan tersebut, surat pemanggilannya sudah dikirimkan kepada Gubernur Jambi Hasan Basri Agus (HBA) untuk meminta izin, karena ini merupakan kepala dinas. Selanjutnya, jika tidak juga memenuhi panggilan penyidik maka pihak kejaksaan akan mendatangi kantor atau rumah kedua kepala dinas tersebut. “Surat ke gubernur juga sudah kita kirimkan, tergantung dianya mau apa nggak,” katanya.
Menurut Syaifuddin Kasim, bahwa yang menjadi pokok permasalahkan dalam kasus ini adalah pengelolaan lahan yang di luar izin HPHTI. Kemudian masalah pemasukan yang mereka terima seharusnya ke kas negara bukan untuk perusahaan. “Ini kan gak ada izinnya, berarti ke negara dong uangnya,” katanya. (HARIANJAMBI.COM)