opini

HABIS PILEG TERBITLAH PILKADA

Opini Publik

Oleh: KURNIADI ARIS,SH.MH.MM
(Advokat/Pengacara & Konsultan Hukum)

Hiruk pikuk Pemliu belum selesai masyarakat kembali bersiap diri menyongsong PILKADA , secara umum Pemilu baik Pilpres dan Pileg dilewati dengan aman walaupun dengan catatan-catatan, terdapat ketidakpuasan ada yang menyatakan terjadi kecurangan, penggiringan opini publik oleh Quick Count sebagai tameng untuk pengambilan keputusan dan banyak lagi suara-suara bersoal tentang itu nanum catatan pentingnya adalah sejauh ini tidak ada anggota KPPS yang wafat seperti Pemilu 2019.

Isu hangat tentang pemilu 2024 khusunya pileg tidak dapat di nafikan begitu vulgarnya terjadi permainan uang dari kontestan untuk dapat meraup suara masyarakat cukup dengan vulus tebal maka berpeluang untuk menjadi legislator seorang calon legislator tidak lagi di tuntut untuk mempunyai Visi,Misi,Ide,Konsep dan ideologi yang merupakan citra di dirinya, yang lebih buruk tidak perlu rekam jejak pribadinya dan rekam jejak pendidikannya. Tentu bukan inilah subtansi pemilu namun beginilah fakta yang terjadi, dan resiko pemilihan legislatif dengan sistem Proporsional terbuka karena sesama kandidat harus saling berkompetisi walaupun dalam satu partai yang sama, mereka harus saling sikut untuk mendapatkan suara pemilih.

Pertanyaan besarnya apakah fenomena perilaku politik ini akan berlanjut dengan agenda Pilkada. Berdasarkan keputusan yang di tandatangani Ketua KPU Pusat, Hasyim Asy’ari ini Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak ini akan dilaksanakan, Rabu 27 November 2024 mendatang. Akankah pemimpin berikutnya tidak butuh konsep,ide,visi serta rekam jejak yang tidak jelas namun cukup bermodal vulus bisa melenggang dan menang menjadi kepala daerah, . Pertanyaan berikutnya apakah pemilih kita tetap menjadi pemilih yang pragmatis yang mengedepankan bagi-bagi uang, jika begitu bak pinang dibelah dua kandidat dan pemilih sama busuknya.

Sebagaimana yang pernah diungkapkan oleh Robert Dahl, demokrasi yang ideal selalu menuntut berbagai hal sehingga tidak ada rezim aktual yang mampu memahami secara utuh: “ketika mencari demokrasi ideal maka tidak ada rezim yang demokratis”. Dari pandangan Robert Dahl di atas, dapat dipahami bahwa sejatinya proses demokrasi akan terus menuntut perubahan secara menyeluruh. Apa yang di sampaikan oleh dahl adalah Das Sollen (kedaan yang di cita-citakan), namun Das Sein (keadaan yang menjadi kenyataan), ternyata perubhan itu kearah yang tidak baik Pemilukada belum mencerdaskan fikiran, tidak melahirkan pemilih-pemilh yang idiologis tapi baru pada level festival adu tebal uang untuk mendapatkan suara masyarakat, dan yang miris pemilih ternyata memang mengharapkan bagi-bagi uang dan sudah menjadi perlaku yang tumbuh dalam pergaulan hidup Masyarakat (Living Law). Sampai kapan semua ini terjadi harus kita tanya pada Nurani dan Qolbu kita masing-masing.

Apakah kita agen perubahan kepada yang lebih baik atau agen dari sejarah kelam ini. Sebagai negara yang mayoritas pemeluk islam, silam telah memberikan tuntunan dalam memilih pemimpin dengan kriteria Sidik, Amanah, Fathonah, dan Tablig. Sidik artinya orang yang jujur, Amanah adalah dapat dipercaya, Fathonah berarti orang yang pandai atau cerdas, dan tablig artinya orang yang menyampaikan. Jika begitu tuntunan dari langit mengapa kita patuh pada tuntunan yang ada di bumi dan ingkar dengan tuntunan dari langit.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Back to top button