
Ritual Tari Asyek di Kota Sungai Penuh
Ritual Tari Asyek di Kota Sungai Penuh
Kerincitime.co.id – Sungai Penuh Tari asyek merupakan sebuah tarian purba yang telah tumbuh sejak zaman purba, tarian ini telah ada saat nenek moyang suku Kerinci menganut\ kepercayaan animisme, dinamisme dan tarian ini merupakan sebuah tradisi megalitik yang masih menganut kepercayaan kepada roh roh nenek moyang masyarakat pada masa prasejarah. Perlengkapan tarian ini berupa , nasi putih, lepat, nasi kuning, nasi hitam,

lemang, bunga tujuh warna, warna Sembilan, limau tujuh macam, telur ayam rebus, benang tiga warna, sedangkan peralatan yang digunakan antara lain arai pinang- keris, kain tenunan kerinci, cembung putih, piring p tih, dalam sesajian harus ada satu ekor ayam hitam atau ayam putih, ayam panggang dan kelapa tumbuh.
Acara tari Asyek dilakukan pada malam hati mulai pukul 20.00 Wib hingga dini hari ( pukul 04.30) Dengan ritual yang dilakukan beberapa episode yakni acara” Nyerau”atau “Nyaho”,” masouk bumoi” mujoi gureu, ”Mintoak berkeh “ (minta Berkah) dan” mageih sajin” ( memberikan sesajian ).Ritual Asyek pada masa lampau berlansung selama satu minggu, berbagai persiapan dilakukan oleh dukun atau “Bilan Salih” , orang yang berobat ( keluarganya ) . Upacara selama satu minggu disebut ” Marcok ” pada tingkatan proses akhir roh roh nenek moyang
akan memasuki sukma pengunjung atau orang yang berobat ,saat roh roh nenek moyang memasuki jiwa ( tubuh mereka menjadi ringan mereka dapat memanjat batang bambu,menari diatas pecahan kaca.

Sesajian kelengkapan tari asyik
Budayawan alam Kerinci Depati.H.Alimin dan Iskandar Zakaria kepada penulis Budhi Vrihaspathi Jauhari mengemukakan penyebaran tarian Asyek ini diwilayah Kota Sungai Penuh antara lain masih terdapat di Koto Lolo, Koto Tengah Koto Bento, Dusun Empih, Kelurahan Sungai Penuh, Pondok tinggi, Dusun Baru,Talang Lindung,Sungai Ning dan sekitarnya.
Penulis pada era tahun 1980 an masih melihat upacara tradisional tari Asyek masih tumbuh dan berkembang ditengah tengah masyarakat, tarian ini penulis saksikan di kediaman nenek /mak tuo di Luhah Rio Mendiho Dusun Sungai Penuh, hal yang sama juga penulis saksikan di dusun Koto Lolo, Dusun Koto Bento dan di Dusun empih, khusus untuk Dusun Sungai Penuh, Koto Lolo pada masa itu dikenal two guru (Dukun ) penari asyek ” Tino Bungou” Tino Raden,Tino Tuo dan indouk semangat
Sebelum tarian asyek diselenggarakan, pihak penyelenggara ,khususnya keluarga yang datang meminta obat atau yang mempunyai hajat mempersiapkan semua kebutuhan untuk upacara tradisional tari Asyek, para wanita biasanya mempersiapkan aneka bunga bunga dan sesajian yang diperlukan untuk acara itu, kebutuhan aneka dedaunan- tumbuh tumbuhan diperoleh dari hutan atau daerah perladangan disekitar dusun,, dedaunan dan bunga bunga yang diperoleh dari hutan itu diserahkan kepada tetua adat atau dukun yang menyelenggarakan upcara ritual ,bunga bunga dan dedaunan itu itu disusun menjadi pupuh, dan sebelumnya pihak warga telah mempersiapkan “Gelanggang” tempat pusat kegiatan ritual dilaksanakan, bunga bunga dan dedaunan serta aneka manakan seperti lemang ulu nasi putih dan ulu masakan (gulai) juga dipersiapkan untuk menjadi “Jambe” atau sesajian .
Setelah upacara pengobatan atau hajat selesai dilaksanakan dilanjutkan dengan tari asyek yang merupakan ritual puncak pada acara ritual tradisional alam Kerinci merupakan suatu persembahan yang dilaksanakan dengan menyediakan sesajian, sedangkan mantera yang dibacakan ( dilantunkan secara lisan) dilakukan secara berirama dengan gerak gerik yang dilakukan sangat sederhana namun penuh ritme ritme dengan peresapan yang dihubungkan dengan arti mantera yang diucapkan
Tari asyek ini merupakan suatu bentuk tarian masyarakat suku Kerinci di masa purba atau disebut tarian primitive yang pelaksanaan dilakukan pada kesempatan dan waktu tertentu, unsur kerawuhannya (trance) sangat dominan dalam penampilan tarian ini. Upacara tari Asyek ini tumbuh ditengah tengah masyarakat suku Kerinci ( Kota Sungai Penuh dan Kabupaten Kerinci )
Di masa lampau orang suku Kerinci , yang sangat menghormati dan memuja roh roh para leluhur mereka, kemudian terbawa arus zaman yang kemudian berasimilasi dengan kebudayaan Hindu yang mempercayai para Dewa dewa, sehingga mantra pemujaannya selain ditujukan kepada roh roh nenek moyang juga ditujukan kepada para dewa dewa.
Para periode selanjutnya,setelah masuknya ajaran agama Islam yang dibawa oleh nenek Siak Lengih yang bermukim di daerah Koto Pandan Sungai Penuh sekitar akhir abad ke 13 pengucapan mantra mantra yang digunakan dialih fungsikan dengan memasukkan pengaruh agama Islam, mantra diucapkan secara lisan itu memasuki ranah Islam dengan menggantikan penyebutan dewa dewa – nenek moyang dengan pengucapan Kalimah Tauhid ( Berkat Allah ) dan menyebutkan nama Nabi nabi, para sahabat sahabat nabi dan kota suci umat Islam Mekah dan Madinah , dengan arah upacara menghadap barat atau kearah Kiblat. Tarian asyek ini kegunaannya tidak hanya untuk ritual pengobatan atau penyembuhan, tarian ini juga menjadi media untuk meminta keselamatan, menghindari malapetaka, untuk minta keturunan (anak) memohon untuk mendapat tambahan rezeki atau ada yang memanfaatkan ritual ini untuk meminta hari hujan, dan memohon agar bibit padi yang disemai pada saatnya akan mendatangkan hasil panen yang melimpah
Dalam upacara tradisional tari asyek meski telah berubah kedalam pengaruh kebudayaan dan agama Islam, akan tetapi pengaruh sisa kebudayaan agama Hindu dan Budha masih terasa, hal ini dapat kita lihat pada pembakaran kemenyan pada waktu berdo’a, membakar kemenyan sebagai sebuah tradisi lama untuk menghormati dan memanggil roh roh nenek moyang, harus diakui pengaruh Hindu dan Budha tidak dapat terelakkan, hal ini kemungkinan besar karena sejak zaman Prasejarah orang suku Kerinci merupakan suku Melayu yang tertua yang ada di dunia, kerpacayaan terhadap roh roh sudah berkembang subur jauh sebelum agama Islam masuk ke bumi alam Kerinci, kegiatan upacara selain ditujukan kepada kekuatan gaib atau kekuatan yang dianggap Sakti, juga diikuti dengan kegiatan keagamaan tetap dominan dan ini dapat terlihat dengan diselenggarakannya shalat Istikha dan pembacaan do’a secara Islam pada waktu kenduri.
Saat ini acara asyek tidak lagi dijadikan sebagai acara pemujaan atau persembahan terhadap roh roh nenek moyang,akan tetapi telah dikreasikan menjadi seni tari pertunjukan untuk memperkaya khasanah kebudayaan alam Kerinci. Sebuah ke khawatiran cepat atau lambat upacara tradisional yang merupakan bagian dari kebudayaan tradisional suku Kerinci akan lenyap dimakan zaman, dilain pihak pengaruh modernisasi dan globalisasi disegala sector dalam kehidupan masyarakat membuat masyarakat lebih berpikir praktis, kritis dan logis, kebudayaan yang telah dilakukan secara turun temurun ikut terambah oleh kemajuan zaman, saat ini satu persatu peninggalan kebudayaan masa lampau akan terkubur dan digantikan oleh kebudayaan baru ( Budhi.VJ dan Nurul AP)