opini

Berburu Prestasi di Ajang MTQ Provinsi

Dr. MHMD Habibi, M.Pd

Beberapa hari terakhir, ruang diskusi publik “disemarakkan” oleh berita mengenai nir-prestasinya kafilah Kerinci di ajang MTQ tingkat provinsi Jambi beberapa waktu lalu. 09/10/2021

Hasil perolehan skor akhir menempatkan Kabupaten Kerinci diposisi paling buntut dengan Nol Point satu strip di bawah Kota Sungai Penuh dengan hanya 5 point. Tentunya hal ini menjadi problematika serius mengingat Kabupaten Kerinci dikenal sebagai daerah yang religius secara komunal namun malah tampil memalukan diajang kompetisi keagamaan tersebut.

Namun demikian, sedikit sekali kritik masyarakat yang tertuju kepada para pejuang, karena masyarakat tahu betul kesalahan bukan terletak pada kafilah yang bertanding, masyarakat menaruh respect yang tinggi kepada para kafilah dengan perjuangan mereka dengan persiapan seadanya.

Rasa kecewa masyarakat semakin menjadi tatkala mengingat sektor keagamaan selalu menjadi “Jualan Politik” baik oleh calon legislatif, calon kepala daerah, bahkan calon kepala desa sekalipun. Namun setelah menduduki bangku empuk kepemimpinan para pemimpin kita lupa dengan janji politiknya.

Tidak tersedianya anggaran pembinaan para qori dan qori’ah merupakan faktor yang paling bertanggung jawab atas malu yang ditanggung masyarakat Kerinci beberapa hari ini, ketiadaan program yang jelas dan berkelanjutan tentu mementahkan potensi qori dan qori’ah yang sebenarnya memiliki potensi besar.

Dimasa yang lalu, nama-nama besar pernah menjuarai kompetisi serupa, katakanlah : KH. Darul Ulum (alm), Drs. Marjulis, Dra Lisnadra Khatib, Buya Salehuddin, Sya’diah S. Ag, Rinjani, S. Ag, Paling anyar Buya Suharto dan nama-nama lainnya, bahkan Kerinci punya Putra daerah yang telah malang melintang se-antero nusantara Ustadz Abdullah Fikri (Qori Internasional) yang merupakan Juara MTQ nasional mewakili Sumbar tahun lalu.

Hal ini berarti Kabupaten Kerinci tidak kekurangan bakat untuk dikembangkan. Hanya saja minimnya anggaran dan tidak adanya langkah serius dan strategis yang diambil oleh pemerintah daerah menjadikan potensi besar itu malah menjadi “bulan-bulanan” dalam pertandingan sesungguhnya.

Memang tidak mudah menghasilkan qori dan qori’ah dengan level juara namun berdasarkan pengamatan, setidaknya ada beberapa langkah yang dapat menjadi upaya bersama antara Pemerintah dan masyarakat:
1. Melakukan perencanaan yang serius antara program-program di desa-desa, di pondok pesantren dan sekolah oleh pemerintah daerah, perlu ada pemetaan wilayah dan zona, utk membedakan besaran anggaran. (Misalnya di desa A anggaran 20 juta tidak cukup karena animo dan intensitas latihan mengaji yang padat, sedang di desa B justru sudah sangat cukup).

2. Kepala daerah dengan tegas disertai dengan langkah strategis (sebentuk panduan kegiatan: Desa Koto Petai dan Pentagen bisa sebagai contohnya) menginstruksikan penganggaran dan menghidupkan pengajian di desa-desa.

3. Pemerintah daerah mengumpulkan para qori-qoriah senior dan pemerhati untuk selanjutnya disebar guna mengumpulkan data-data calon qori-qoriah yang potensial dilakukan pembinaan untuk seluruh cabang (baik ke pesantren, ke sekolah/madrasah maupun ke Desa-desa).

4. Memaksimalkan penggunaan Islamic Center, sebagai basis pembinaan qori-qoriah potensial tersebut, dengan meng-asrama-kan para qori untuk digambleng oleh para mantan juara (digaji oleh pemda sebagai bentuk penghargaan atas prestasi mereka yang telah sudah), dapat juga dititipkan ke pondok pesantren terdekat tertentu (agar pendidikan formal tidak tertinggal).

5. mengundang para Juri, dewan Hakim Provinsi untuk menjadi juru latih.

6. Memastikan tersedianya anggaran yang cukup (bukan minimalis) baik pada tahap pembinaan maupun pada tahap pelaksanaan kegiatan lomba nantinya, seperti: uang saku, insentif, bonus, seragam dll.

7. Memaksimalkan masa persiapan keberangkatan atau masa training center, dengan mendatangkan pelatih-pelatih nasional, atau mengirimkan para qori ke “padepokan” para ahli Qur’an di luar daerah.

8. Menyelenggarakan kegiatan “Haflah” secara bergantian antar desa, dimana Qori-qoriah undangan disediakan insentif oleh desa penyelenggara, sehingga membudayakan dan menyemarakkan gerakan “baca alquran” diseluruh pelosok Kerinci.

9. Melakukan pengawasan dan evaluasi atas program dan penggunaan anggaran yang dilakukan.

Dengan adanya sistem yang berkelanjutan dari tingkat desa, pondok pesantren, sekolah, melalui pembibitan, pengorbitan, pembinaan dan penghargaan yang layak secara kontinyu. Maka insyaAllah Kabupaten Kerinci tidak akan pernah lagi menanggung malu atas kesalahan urus yang terus terjadi bertahun-tahun.

Tentu hal ini memerlukan Political will yang kuat baik dari pemerintah maupun anggota legislatif dalam penganggaran disertai peran masyarakat yang partisipatif.

Dr. MHMD. HABIBI, M. Pd
Dosen UIN Suska Riau
(IPQOH Kabupaten Kerinci 2005-2007)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Back to top button