IMPLEMENTASI PENDEKATAN SINERGITAS POLISIONAL DALAM PENANGGULANGAN KEJAHATAN JALANAN (STREET CRIME)
Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) memiliki Grand Strategy 2005-2025 sebagai kerangka dan nilai dasar (value) Polri dalam melakukan kebijakan-kebijakan strategis ditujukan untuk terciptanya rasa aman dan tertib di tengah-tengah masyarakat dengan tahapan sasaran strategis sebagai berikut: Pertama, tahap I: Trust Building (2005-2010) dengan sasaran keberhasilan Polri dalam menjalankan tugas memerlukan dukungan masyarakat dengan landasan kepercayaan (trust). Kedua, tahap II: Partnership Building (2011-2015) dengan sasaran merupakan kelanjutan dari tahap pertama, di mana perlu dibangun kerjasama yang erat dengan berbagai pihak yang terkait dengan pekerjaan Polri. Ketiga, tahap III: Strive For Excellence (2016-2025) dengan sasaran membangun kemampuan pelayanan publik yang unggul dan dipercaya masyarakat. Dengan demikian kebutuhan masyarakat akan pelayanan Polri yang optimal dapat diwujudkan.
Grand Strategy Polri sebagai kerangka dasar arah kebijakan strategis Polri yang sudah dilakukan dalam rangka pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat (Harkamtibmas) menitik beratkan pada dukungan masyarakat maka pada saat ini Polri memasuki dalam tahap II berupa partnership building yaitu membangun networking atau kerjasama kepada masyarakat yang menekankan terimplementasinya sinergitas polisional. Hal ini tentunya dalam perwujudannya terdapat 3 (tiga) aspek yang perlu dicermati (Suparlan, 2004: 320-321) antara lain:
- Perspektif Polisi, yang merasakan adanya kebutuhan yang lebih besar untuk memperbaiki hubungan baik dengan komuniti setempat dengan tujuan bahwa dala mengendalikan kejahatan dan mengurangi tingkat ketakutan terhadap kejahatan (fear of crime) harus lebih berdasar pada sumber-sumber daya dari komuniti setempat, untuk memperbaiki dan menyempurnakan landasan-landasan pengumpulan data intelijen dan untuk meningkatkan legitimasi Polisi dalam komuniti.
- Perspektif Komuniti, adanya pengakuan yang semakin besar dari warga komuniti bahwa komuniti mereka itu berhak untuk dan seharusnya mendapatkan pelayanan Polisi dari yang lebih baik, akuntabilitas Polisi yang lebih besar, dan pembagian kekuatan yang lebih banyak dalam berbagai keputusan P
- Dalam Perspektif Komuniti dan Polisi, pemolisian komuniti dapat ditarik kesimpulan bahwa kejahatan diproduksi secara kemasyarakatan yang polisi sendiri tidak atau sedikit sekali mempunyai akses untuk dapat mengendalikannya, pengendalian kejahatan perlu difokuskan pada faktor-faktor kemasyarakatan yang menyebabkan munculnya kejahatan, upaya pemolisian secara proaktif harus ditingkatkan dalam kehidupan komuniti dan dalam berbagai hal pemolisian proaktif menggantikan pemolisian reaktif, pemolisian komuniti terdesentralisasi secara luas merupakan sebuah prasyarat yang tidak dapat ditawar, fokus perhatian yang lebih besar terhadap pentingnya isu-isu “kualitas kesejahteraan hidup” yang melampaui batas-batas isu kejahatan dan ketakutan pada ancaman kejahatan perlu diperhatikan di samping isu-isu kejahatan tradisional, dan pertimbangan-pertimbangan yang lebih besar untuk mengembangkan hak-hak sipil dan kebebasan adalah merupakan dasar bagi pemolisian yang demokratis.
Perwujudan partnership building melalui penguatan networking sebagaimana dirumuskan dalam Rencana Strategi Polri tahun 2010 – 2015 yang menyebutkan bahwa Polri telah memulai mereformasi melalui redefinisi, reposisi dan restrukturisasi kelembagaan dengan melakukan demiliterisasi dan kembali pada tugas pokoknya, dalam peningkatan pelayanan profesionalisme, pencegahan kejahatan dan penegakkan hukum untuk mewujudkan keamanan.
Tuntutan masyarakat yang semakin nyata adalah harapan agar masyarakat, kelompok atau individu dapat melakukan aktifitas kegiatan sehari-hari tanpa terganggu oleh kejahatan, rasa takut akan bahaya, kerugian dan cidera. Salah satu hakekat ancaman yang timbul dan penyebab gangguan kamtibmas adalah aksi-aksi kejahatan yang dilakukan oleh pelaku kejahatan jalanan yang saat ini sudah memasuki tarap meresahkan masyarakat, misalnya yang terjadi di beberapa wilayah hukum Polresta Jambi sehingga Polresta Jambi telah membuat kebijakan menyangkut tindakan tegas terhadap pelaku kejahatan jalanan yang masuk dalam kategori 3 C (Curat, Curas dan Curanmor).
Impelementasi mewujudkan rasa aman terhadap implikasi tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku kejahatan jalanan tentunya mewajibkan Polresta Jambi sebagai sub sistem dari institusi Polri selaku aparat penegak hukum, pelindung dan pengayom masyarakat untuk melaksanakan tugas secara sungguh-sungguh dengan dilandasi akselerasi tranformasi Polri menuju Polri yang mandiri, profesional dan dipercaya masyarakat. Mewujudkan rasa aman tentunya merupakan tanggung jawab yang sangat berat apa lagi dikaitkan dengan keterbatasan jumlah personel Polri yang ada dihadapkan dengan jumlah penduduk dan luas wilayah (aspek demografi dan geografi).
- Penanggulangan Kejahatan Jalanan
Penanggulangan kejahatan jalanan (street crime) merupakan suatu keharusan dalam rangka Harkamtibmas. Penanganan kejahatan jalanan yang dilakukan oleh Polri diarahkan secara strategic untuk antisipasi agar kejahatan jalanan ditanggunglangi tidak hanya sebatas pemberantasan. Penanganan yang dilakukan berorientasi untuk memprediksi timbulnya aksi-aksi yang dilakukan oleh pelaku berupa tindakan bertentangan dengan hukum baik formile wederrechtelijke maupun materill wederrechtelijke sebagai syarat dalam pertanggungjawaban pidana (liability on fault or negligence atau fault liability) dengan menggunakan kerangka hukum pidana berdasarkan asas ultimum remedium maupun premium remedium (Roeslan Saleh, 2006: 4).
Mengantisipasi terjadinya tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku kejahatan jalanan baik secara perseorangan maupun kelompok yang cenderung mengarah pada tindakan meresahkan masyarakat maka Polri telah melakukan tindakan dengan pendekatan dan pola berupa tindakan penertiban secara langsung dan tidak langsung, tindakan ini didasarkan kepada prediksi dengan karakteristik kejahatan jalanan (street crime). Tindakan ini sangat diperlukan dalam rangka terciptanya iklim kondusif dan terciptanya harkamtibmas.
Penanggulangan kejahatan jalanan diorientasikan dalam kerangka penegakan hukum dengan pendekatan penal policy sebagaimana dimaksud di atas berupa pengungkapan dalam kerangka pemberantasan maupun non penal policy berupa intensifikasi program kring reserse dan beat patroli. Salah satu kebijakan yang efektif dilakukan oleh Polri yakni mengedepankan petugas Polri terjun langsung ke masyarakat untuk melakukan langkah-langkah proaktif dalam penanggulangan kejahatan jalanan sebagai bahagian dari strategi sinergitas polisional. Hal ini tentunya menekankan terbangunnya sinergitas polisional dalam penanggulangan kejahatan jalanan dengan para stake holders.
Arti pentingnya sinergitas polisional didasarkan pada hakekatnya ancaman kriminalitas kejahatan jalanan terhadap situasi kamtibmas maka tugas dan tanggung jawab Polri menjadi semakin berat untuk melindungi masyarakat dari segala gangguan. Hal ini akan semakin mudah apabila Polri mampu memetakan daerah rawan kriminal sehingga tindakan kepolisian secara tepat dan akurat dapat dilaksanakan (quick respon). Masyarakat menuntut Polri selaku alat negara untuk mampu secara profesional menanggulangi segala bentuk ancaman keamanan dan ketertiban berupa kriminalitas yang semakin meningkat di kewilayahan. Polri dituntut untuk mampu mengimplementasikan manajemen operasionalnya dengan kemampuan search and rescue dan menjamin keamanan masyarakat. Polisi harus menghindari gaya reaktif, yang berorientasi pada telah terjadinya suatu bentuk kriminalitas kepada gaya proaktif yang melihat kriminalitas tidak sebagai suatu kejahatan tetapi sebagai akibat dari masalah yang lebih besar terjadi. Masalah kriminalitas, strategi penanggulangan dan tanggung jawab polisi melalui sinergitas polisional dengan stake holder khususnya pemerintah daerah agar bekerjasama untuk menanggulangi berbagai masalah yang berpotensi menimbulkan kriminalitas kejahatan jalanan.
- Kesimpulan
Harkamtibmas adalah suatu kondisi dinamis masyarakat yang merupakan salah satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan nasional Polri sebagai alat negara yang bertanggung jawab untuk menjaga kamtibmas sesuai amanat Pasal 30 ayat (4) UUD 1945 bertugas untuk melindungi, mengayomi, melayani masyarakat dan menegakkan hukum. Disadari bahwa Polri dalam melaksanakan tugasnya tidak dapat berdiri sendiri sehingga perlu dibantu oleh pengemban fungsi Kepolisian lainnya (seperti dijelaskan dalam Pasal 3 UU No. 2 Tahun 2002) dan perlu dukungan stake holder pemelihara kamtibmas, seperti Pemda, LSM, Media, TNI dan lain sebagainya. Peran Polri sebagai leading sector dibidang kamtibmas menjadi sangat strategis karena selain Polri sebagai aktor dalam pembinaan kamtibmas juga berperan sebagai koordinator pembina pengemban fungsi Kepolisian lainnya, oleh karena itu terwujudnya keamanan dan ketertiban dalam negeri sangat bergantung bagaimana Polri menjalankan perannya.
Lembang, Oktober 2015
Penulis,
KOMPOL MUHAMAD ALI, S.H., S.Ik