Pariwisata/Budaya

Ritual Tari Asyek di Kota Sungai Penuh

Ritual Tari Asyek di Kota Sungai Penuh

Kerincitime.co.idSungai Penuh Tari  asyek  merupakan sebuah  tarian purba yang telah tumbuh sejak  zaman purba, tarian ini  telah ada saat nenek moyang  suku Kerinci menganut\ kepercayaan  animisme, dinamisme  dan tarian ini merupakan sebuah tradisi   megalitik   yang  masih menganut  kepercayaan kepada roh   roh nenek moyang  masyarakat pada   masa prasejarah. Perlengkapan  tarian ini  berupa , nasi putih, lepat, nasi kuning,  nasi hitam,

Penulis Nurul Anggraini Pratiwi dan Budhi VJ Rio Temenggung
Penulis Nurul Anggraini Pratiwi dan Budhi VJ Rio Temenggung

lemang,  bunga tujuh  warna, warna Sembilan, limau tujuh  macam, telur ayam  rebus, benang  tiga warna, sedangkan  peralatan yang digunakan antara lain arai pinang- keris, kain  tenunan kerinci,  cembung  putih, piring p tih,  dalam sesajian  harus ada satu ekor ayam  hitam atau ayam putih, ayam panggang dan kelapa tumbuh.

Acara  tari Asyek  dilakukan pada malam hati mulai pukul 20.00 Wib  hingga dini hari  ( pukul 04.30)  Dengan ritual yang dilakukan beberapa  episode yakni acara” Nyerau”atau “Nyaho”,” masouk bumoi” mujoi gureu, ”Mintoak berkeh “ (minta Berkah) dan” mageih sajin” ( memberikan sesajian ).Ritual Asyek pada masa lampau berlansung   selama satu minggu, berbagai persiapan  dilakukan oleh   dukun  atau “Bilan  Salih” ,  orang yang berobat  ( keluarganya ) . Upacara selama  satu minggu  disebut  ” Marcok  ”  pada tingkatan proses akhir roh roh nenek moyang

akan  memasuki  sukma  pengunjung  atau orang yang berobat ,saat  roh  roh nenek  moyang  memasuki jiwa ( tubuh mereka menjadi ringan  mereka dapat memanjat  batang  bambu,menari  diatas pecahan kaca.

Sesajian kelengkapan tari asyik
Sesajian kelengkapan tari asyik

Sesajian kelengkapan tari asyik

Budayawan alam Kerinci Depati.H.Alimin dan Iskandar Zakaria kepada penulis Budhi Vrihaspathi Jauhari  mengemukakan penyebaran  tarian Asyek  ini diwilayah  Kota Sungai  Penuh  antara lain masih terdapat di  Koto Lolo, Koto Tengah  Koto Bento, Dusun Empih, Kelurahan  Sungai Penuh, Pondok tinggi, Dusun Baru,Talang Lindung,Sungai Ning dan sekitarnya.

Baca juga:  Pulangkan Aku ke Rahim Mu

Penulis  pada era  tahun 1980 an  masih melihat upacara tradisional tari Asyek  masih   tumbuh   dan berkembang  ditengah  tengah masyarakat,  tarian  ini penulis  saksikan di kediaman nenek /mak tuo di Luhah Rio Mendiho  Dusun Sungai Penuh, hal yang sama juga penulis saksikan di dusun   Koto Lolo, Dusun Koto  Bento dan di Dusun empih, khusus untuk  Dusun  Sungai  Penuh,  Koto Lolo  pada  masa itu dikenal  two guru (Dukun )  penari asyek ” Tino Bungou” Tino Raden,Tino Tuo dan indouk semangat

Sebelum tarian asyek diselenggarakan, pihak penyelenggara ,khususnya keluarga   yang   datang  meminta   obat   atau yang mempunyai hajat mempersiapkan  semua kebutuhan untuk upacara tradisional  tari Asyek,  para wanita biasanya  mempersiapkan aneka bunga bunga dan sesajian yang diperlukan  untuk acara itu,  kebutuhan aneka dedaunan-  tumbuh  tumbuhan  diperoleh  dari  hutan atau daerah  perladangan  disekitar   dusun,,  dedaunan dan bunga bunga yang diperoleh dari hutan itu diserahkan  kepada  tetua  adat  atau dukun yang menyelenggarakan  upcara  ritual ,bunga bunga dan dedaunan itu itu disusun  menjadi  pupuh, dan sebelumnya  pihak  warga  telah mempersiapkan “Gelanggang” tempat pusat  kegiatan  ritual  dilaksanakan,  bunga bunga dan dedaunan serta aneka  manakan  seperti lemang ulu nasi  putih dan ulu masakan (gulai) juga dipersiapkan untuk menjadi “Jambe” atau sesajian .

Setelah upacara pengobatan atau hajat selesai dilaksanakan dilanjutkan   dengan  tari  asyek  yang merupakan ritual puncak pada acara ritual tradisional alam Kerinci merupakan suatu persembahan yang dilaksanakan dengan menyediakan sesajian, sedangkan mantera yang  dibacakan ( dilantunkan secara lisan)  dilakukan  secara berirama  dengan gerak  gerik yang dilakukan  sangat  sederhana  namun  penuh ritme ritme dengan   peresapan  yang dihubungkan dengan arti mantera yang diucapkan

Baca juga:  Rembulan Pucat di Bukit Keramat

Tari   asyek  ini  merupakan suatu bentuk  tarian masyarakat suku  Kerinci di masa purba  atau disebut tarian primitive  yang pelaksanaan dilakukan pada  kesempatan  dan waktu tertentu,  unsur kerawuhannya (trance) sangat dominan dalam penampilan tarian ini. Upacara tari Asyek ini tumbuh  ditengah  tengah masyarakat suku  Kerinci  ( Kota Sungai Penuh dan Kabupaten Kerinci )

Di masa lampau  orang  suku Kerinci , yang sangat menghormati dan memuja  roh roh  para leluhur  mereka,  kemudian  terbawa arus zaman yang kemudian  berasimilasi  dengan kebudayaan Hindu yang mempercayai para Dewa dewa,  sehingga  mantra pemujaannya  selain ditujukan  kepada roh roh nenek moyang juga ditujukan kepada para dewa dewa.

Para  periode selanjutnya,setelah  masuknya ajaran agama Islam yang dibawa oleh nenek Siak Lengih yang bermukim di daerah Koto Pandan Sungai Penuh  sekitar akhir abad  ke 13  pengucapan mantra mantra  yang digunakan dialih fungsikan  dengan memasukkan pengaruh agama  Islam, mantra diucapkan secara lisan itu memasuki ranah Islam dengan menggantikan penyebutan  dewa dewa – nenek moyang dengan pengucapan Kalimah Tauhid  ( Berkat Allah ) dan menyebutkan  nama Nabi  nabi,  para sahabat sahabat nabi dan kota suci umat Islam Mekah dan Madinah , dengan  arah upacara menghadap barat atau kearah  Kiblat. Tarian  asyek ini  kegunaannya  tidak  hanya  untuk  ritual pengobatan atau penyembuhan, tarian  ini  juga  menjadi  media  untuk  meminta keselamatan,  menghindari  malapetaka,  untuk   minta  keturunan   (anak)  memohon  untuk mendapat tambahan rezeki  atau  ada yang memanfaatkan ritual ini untuk meminta hari hujan, dan  memohon  agar  bibit  padi yang disemai  pada saatnya akan mendatangkan hasil panen yang melimpah

Baca juga:  Bidadari III

Dalam  upacara  tradisional tari asyek meski telah berubah kedalam pengaruh kebudayaan dan agama Islam, akan tetapi pengaruh sisa kebudayaan  agama  Hindu  dan Budha masih terasa, hal ini dapat kita lihat pada pembakaran kemenyan pada waktu berdo’a, membakar kemenyan sebagai sebuah  tradisi lama untuk menghormati dan memanggil roh roh nenek moyang, harus diakui pengaruh Hindu dan Budha tidak dapat terelakkan,  hal ini kemungkinan besar karena sejak zaman Prasejarah  orang  suku Kerinci merupakan suku Melayu  yang tertua yang ada di dunia, kerpacayaan terhadap roh roh sudah berkembang  subur jauh sebelum agama Islam masuk ke bumi alam Kerinci, kegiatan upacara  selain  ditujukan  kepada   kekuatan  gaib atau kekuatan yang dianggap Sakti,  juga diikuti dengan kegiatan keagamaan tetap dominan dan ini dapat terlihat  dengan  diselenggarakannya  shalat Istikha dan pembacaan do’a secara Islam pada waktu kenduri.

Saat ini acara asyek  tidak  lagi  dijadikan sebagai acara pemujaan atau  persembahan terhadap roh roh nenek moyang,akan tetapi telah dikreasikan  menjadi  seni  tari pertunjukan untuk memperkaya khasanah kebudayaan  alam Kerinci. Sebuah ke khawatiran cepat atau  lambat upacara tradisional yang merupakan bagian dari kebudayaan tradisional suku Kerinci akan lenyap dimakan zaman, dilain pihak pengaruh modernisasi  dan  globalisasi disegala sector  dalam kehidupan masyarakat membuat  masyarakat  lebih berpikir  praktis, kritis dan logis, kebudayaan yang  telah dilakukan  secara turun temurun  ikut  terambah oleh kemajuan zaman, saat ini satu  persatu peninggalan kebudayaan masa lampau akan terkubur dan digantikan oleh kebudayaan baru ( Budhi.VJ dan Nurul AP)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Back to top button