Ketika Al Haris mendatangi Kecamatan Kuamang Kuning, Kecamatan Pelepat dan Kecamatan Pelepat Ilir, Bungo maka tidak dapat dipisahkan sejarah panjang Marga Pelepat.
Marga Pelepat dapat ditelusuri apabila menggunakan jalan lintas Sumatera yang melewati Kabupaten Merangin dan Kabupaten Bungo. Marga Pelepat langsung berbatasan dengan Marga V Rantau Panjang. Atau Marga yang langsung berbatasan dengan Kabupaten Merangin. Sehingga dipastikan seluruh wilayah Kuamang Kuning termasuk kedalam Marga Pelepat.
Selain itu juga wilayah Kuamang Kuning yang terdapat didalam wilayah Kabupaten Merangin justru terletak didalam wilayah Marga Batin V.
Pusat Marga Pelepat di Senamat. Sedangkan Marga Batin V disebut-sebut di Rantau Panjang.
Sehingga wilayah Kuamang Kuning adalah wilayah Marga Pelepat dan Marga batin V Merangin.
Marga Pelepat didalam Peta Belanda tahun 1910 disebutkan terletak di Rantau Keloyang. Namun justru ditengah masyarakat di Desa Senamat, justru pusat Marga Pelepat terletak di Desa Senamat.
Di masyarakat, Pelepat disebut “Kampung Kasang”. Dusun tuo sementara yang kemudian ditinggalkan.
Dalam tutur di tengah masyarakat, Sejarah Pelepat dimulai dari “Puyang” tiga bersaudara. Masing-masing bernama Rio Anum, Rio Pamuncak dan Rio Mandaliko. Rio Anum berpusat di Dusun Danau, Rio Pamuncak di Senamat dan Rio Mandaliko di Sungai Gurun. Rio Mandaliko adalah seorang perempuan.
Istilah senamat masih menimbulkan berbagai versi. Versi pertama menyebutkan, kata senamat berasal dari istilah “seni amat”. Seni amat berarti adik bungsu. Atau terkecil. Sebagai adik bungsu atau terkecil ditandai dengan Batu patah sembilan (Menhir). Sedangkan versi kedua menyebutkan arti kata senamat berasal dari istilah senang amat. Senang amat berarti hidup senang.
Namun yang unik. Apabila Senamat Ulu masuk kedalam Bathin III Ulu, sedangkan Desa Senamat malah masuk kedalam Margo Pelepat. Jauh sekali letaknya.
Cerita ini juga ditemukan di Senamat Ulu yang termasuk kedalam Marga Batin III Ulu.
Marga Batin III Ulu dari Batang Buat, Muara Buat dan Batang Bungo. Keterangan berbeda disampaikan oleh Ketua Lembaga Adat Bungo yang menyebutkan Dusun-dusun termasuk kedalam Marga Batin III Ulu yaitu Rantau Pandan, Muara Buat, Laman Panjang, Aur Cino dan Senamat Buat.
Sedangkan didalam Peta Belanda, Rantau Pandan termasuk kedalam Marga Batin V Bungo dan Muara Buat termasuk kedalam Marga Batin III Ulu.
Dusun-dusun yang termasuk kedalam Marga Pelepat yaitu Dusun Danau, Dusun Senamat dan Dusun Sungai Gurun yang merupakan Dusun kakak beradik. Sedangkan Dusun Kotojayo merupakan wilayah Rio Anum. Dusun Senamat terdiri dari Bukit Telago, Sekampil dan Sungai Berajo. Sedangkan Dusun Rantau Keloyang dan Lubuk Telau merupakan wilayah yang termasuk kedalam Rio Mandaliko.
Dusun Batu Kerbau, Dusun Lubuk Telau yang mengaku “Puyang” Datuk Senaro Putih kemudian ditetapkan berdasarkan Perda Nomor 3 Tahun 2006 dan hutan adat kemudian ditetapkan berdasarkan SK Bupati Bungo Nomor 1249 tahun 2002.
Pemberian tanah didalam Marga Pelepat biasa disebut didalam seloko “Sejalar Peringgi. Sekokok Ayam”. Seloko ini melambangkan wilayah yang hendak diberikan.
Sebagai penghulu dari Marga Pelepat, Maka didusun Senamat kemudian disebut sebagai “rio Pamuncak”.
Marga Pelepat kemudian menjadi Kecamatan Pelepat dan kemudian menjadi Kecamatan Pelepat dan Pelepat Ilir.
Dusun Sekampil, Bukit Telago, Sungai Gurun, Rantau Keloyang termasuk kedalam kecamatan Pelepat. Sedangkan Dusun Danau, Dusun Kotojayo termasuk kedalam Marga Pelepat Ilir.
Sehingga ketika Al Haris mendatangi Kuamang Kuning yang juga termasuk kedalam wilayah Merangin, Al Haris mempunyai pemahaman yang luas terhadap persoalan ditengah masyarakat. Al Haris mampu memahami dan mempunyai konsepsi untuk menyelesaikan persoalannya.
Tidak salah kemudian, walaupun Al haris mendatangi kecamatan Kuamang Kuning, Kecamatan Pelepat dan Kecamatan Pelepat Ilir, Al Haris justru sedang “bertamu”. Mendatangi tempat tetangga dari kabupaten Merangin.
Direktur Media Publikasi dan Opini Tim Pemenangan Al Haris-Sani.